BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang Masalah
Seiring dengan berputarnya waktu, kemajuan moderanisasi, serta berkembangnya ilmu pengetahuan kita sebagai generasi islam harus mengenal tokoh-tokoh yang sngat dan dapat memberi pengaruh terhadap kemajuan pendidikan utamanya dalam pendidkan islam. Dengan itu, kita jangan sampai menghina, meremehkan, atau bahkan melupakan jasa-jasa para pejuang pendidikan
Salah satu tokoh islam itu adalah Ibnu Khaldun. Ibnu Khaldun adalah tokoh muslim yang pemikirannya sangat luas dan mendalam sekali serta menaruh perhatian yang besar terhadap pendidikan. Ia telah mencanangkan dasar-dasar dan sestem pendidikan yang patut diteladani, baik dari segi metode, materi maupun kurikulum yang ditawarkan secara keseluruhan pantas untuk dikaji dan dicermati. Konsep pendidikan yang dikemukakannya tampak sangat dipengaruhi oleh pandangannya terhadap manusia sebagai mahluk yang harus dididik, dalam rangka menjalankan fungsi sosialnya di tengah-tengah masyarakat .Pendidikan adalah alat untuk membantu seseorang agar tetap hidup bermasyarakat dengan baik
                                                                    
B.     Rumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini penulis mempunyai beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Siapakah tokoh muslim Ibnu Khaldun itu?
2.      Apakah pengertian dan tujuan pendidikan menurut Ibnu Khaldun itu?
3.      Bagaimanakah pemikiran pendidikan dalam perspektif Ibnu Khaldun?

                                                                    

C.     Tujuan Penulisan
Adapun beberapa tujuan penulisan dari makalah ini sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui  seluk-beluk tentang tokoh muslim Ibnu Khaldun
2.      Untuk mengetahui dan memahami pengertian dan tujuan pendidikan menurut Ibnu Khaldun
3.      Untuk mengetahui pemikiran pendidikan dalam perspektif Ibnu Khaldun



BAB II
PEMBAHASASAN
     A.    Seketsa Biografis Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun mempunyai nama lengkap Abd al-Rahman Abu Zaid Waliuddin Ibnu Khaldun. Namanya sendiri adalah Abd al-Rahman, sedang nama keluarganya adalah Abu Zaid dan gelarnya Waliuddin.[1] Beliau lahir di Tunisia pada 1 Ramadhan 733 H /  27 Mei 1332 M.[2] Nenek moyang berasal dari Hadramaut dan masih memiliki garis keturunan dengan Wali bin Hajar (salah seorang sahabat Nabi SAW), yang mana mereka kemudian bermekgrasi ke Seville (spanyol) pada abad ke-8 setelah seminanjung dikuasai arab muslim. Keluaraga yang dikenal dengan pro Umayah ini selama berabad-abad menduduki posisi tinggi dalam politik di Spanyol sampai akhirnya hijrah ke Maroko beberapa tahun sebelum Seville jatuh ke tangan penguasa Kristen pada tahun 1248. Setelah itu mereka menetap di Tunisia,  di kota itulah mereka dihormati pihak istana, diberi tanah oleh dinasti Hafsiah.[3] Hal itulah disebabkan keluarga Ibnu Khaldun dikenal memiliki pengetahuan luas dan berkedudukan terhormat di masyarakat dan pemerintahan.
Keluarga  Ibnu Khaldun memang dikenal dengan keluarga yang berintelektual, jadi tidak heran dalam dirinya mewarisi hal tersebut. Dia biasa berjumpa dengan tokoh intelektual dari Afrika Utara dan Spanyol yang sbagian besar adalah pengungsi dari kekhalifahan Timur.[4]  Selain itu dirinya juga berkecimpung dalam dunia politik, terbukti karir tokoh ini bermula semenjak ia ditunjuk oleh Ibnu Tafirakin, seorang perdana menteri dari Raja Abi Ishaq al-Hafshi yang berkuasa di Tunisia pada pertengahan abad VIII H sebagai sekretaris yang menyalin berbagai dukumen penting. Usianya pada saat itu masih 17 tahun, dan akhir masa pergumulan politiknya adalah sewaktu ia bertemu dengan Timur Lank di kawasan  Damaskus pada tahun 1400 M (802 H). selama rentang waktu yang panjang itu ia telah berganti-ganti mengabdikan diri pada raja-raja wilayah Andalusia, Maroko (Maghribi), kabilah Barbar dan Mamalik Mesir, ia banyak mengalami keberhasilan dan kegagalan.[5]
Sebagaimana para pemikir islam lainnya, pendidikan masa kecilnya berlangsung secara tradisional. Artinya juga belajar membaca Al-Qur’an, mempelajari tajwid bahkan menghafalkannya. Pendidikan itu ia terima dari ayahnya, ia juga fasih qiraatis sab’ah. Dia juga mempelajari Tafsir, Hadits, Fiqh (Maliki), Gramatika Bahasa Arab, Ilmu Mantiq, Filsafat, Retorika dan puisi dengan sejumlah ulama’ Andalusia yang hijrah ke Tunisia. Dari berbagai pendidikan yang sangat intensif serta didukung oleh keluarga dan kecerdasan yang baik, jadi tidak heran jika dalam usia muda ia mampu menguasai berbagai bidang keilmuan.
Di sela-sela kesibukannya sebagai politikus (Hakim Agung), Ibnu Khaldun dalam minatnya mengembangkan ilmu pengetahuan tidak pernah padam. Ia memanfaatkan fasilitas yang ada di Mesir untuk mengembangkan ilmu pengetahuannya, dia juga menjadi dosen Ilmu Fiqh, Madzhab Maliki di Madrasah Qamliyah. Bahkan dalam pahit getir kehidupannya, Ibnu Khaldun mampu menulis beberapa buah karya tulis yang memuat ide-idenya yang brilyan. Di antaranya Muqaddimah Ibnu Khaldun adalah al-Ta’rif, kitab al-A’bar dan karya-karya lain seperti komentar Ibnu Khaldun terhadap kitab Burdah, Ikhtisar beberapa karya Ibnu Rusyd, beberapa uraian tentang logika, ssebuah karya di bidang Aritmatika, dan Ikhtisar Kitab al-Muhashshal karya Fakhruddin al-Razi.[6]  Yang mana Muqaddimah tersebut  merupakan karya Ibnu Khaldun yang paling terkenal, yang dalam bahasa yunai diterjemahkan menjadi prolegomenon, jilid pertama dari kitab al-Ibar atau kitab tentang sejarah universal. Ahli sejarah Inggris, Arnold J. Toynbee menyebut Muqaddimah sebagai filsafat sejarah yang tidak diragukan lag.[7]Ibnu Khaldun wafat pada tanggal 26 Ramadhan 1808 H / 16 Maret 1406 M di Kairo dalam usia 74 tahun , bersama jabatan yang dipengangnya yakni sebagai Ketua Mahkamah Agung.
    B.     Pengertian dan Tujuan Pendidikan Menurut Ibnu Khaldun
Di dalam kitab muqaddimahnya, Ibnu Khaldun tidak memberikan difinisi pendidikan secara jelas, ia hanya memberikan gambaran-gambaran secara umum, seperti dikatakan Ibnu Khaldun bahwa: “barang siapa yang tidak terdidik oleh orang tuanya, maka akan terdidik oleh zaman”. Maksudnya barang siapa yang tidak memperoleh tatakrama yang dibutuhkan sehubungan dengan pergaulan bersama melalui orang tua mereka yang mencakup guru-guru dan para sesepuh, dan tidak mempelajari hal itu dari mereka, maka ia akan mempelajarinya dengan bantuan alam, dari peristiwa-peristiwa alam ssepanjang zaman, Zaman akan mengajarkannya.[8]
Dari pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan menurut Ibnu Khaldun mempunyai pengertian yang cukup luas, pendidikan tidak hanya proses kegiatan belajar mengajar, tetapi pendidikan adalah suatu proses , dimana manusia secara sadar menangkap, menyerap dan menghayati pristiwa-pristiwa  alam sepanjang zaman.
Sedangkan Ahmad Syafi’i Maarif dalam bukunya memberikan penjelasan bahwa pedidikan Ibnu Khaldun adalah pendidikan nilai-nilai tinggi atau budi pekerti yang luhur, dan bersifat intelektual dan religius. Menurut Hamdani Ikhsan, Ibnu Khaldun memiliki pemikiran dan pandangan yang luas mengenai aspek-aspek pendidikan, dalam arti bukan hanya memperlibatkan  aspek intelektual  semata, tetapi juga ahklaq,  keimanan, social , jasmaniah dan sebagainya.[9]
Adapun tujuan pendidikan menurut Ibnu Khaldun yaitu:
a.       Menyiapkan seseorang dari segi keagamaan
b.      Menyiapkan seseorang dari segi akhlaq
c.       Menyiapkan seseorang dari segi kemasyarakatan atau social
d.      Menyiapkan seseorang dari segi vokasional atau pekerjaan yakni membantu  manusia dalam kehidupannya mencari rezki
e.       Menyiapkan seseorang dari segi pemikiran
f.       Menyiapkan seseorang dari segi keseniaan
Rumusan Ibnu Khaldun  mengenai tujuan pendidikan adalah sebagai berikut:
a.       Memberikan kesempatan kepada pemikir untuk aktif dan bekerja, karena aktivitas ini sangat penting bagi terbuka pikiran- pikiran kematangan individu kemudian kematangan ini akan mendapat faedah bagi masyarakat.
b.      Memperoleh berbagai ilmu pengetahuan sebagai alat untuk membantunya hidup dengan baik di dalam masyarakat. Maju dan berbudaya
c.       Memperoleh lapangan pekerjaan, yang digunakan untuk memperoleh riski
Beberapa factor yang dijadikan alasan untuk merumuskan  tujuan pendidikan yaitu sebagai berikut:
a.       Pengaruh Filsafat sosiologi yang tidak bisa memisahkan antar masyarakat, ilmu pengetahuan dan kebutuhan masyarakat.
b.      Perencanaan ilmu pengetahuan sangat menentukan bagi perkembangan masyarakat berbudaya.
c.       Pendidikan sebagai aktivitas akal insani, merupakan salah satu industri yang berkembang di dalam masyarakat, karena sangat urgent dalam kehidupan setiap individu.

     C.     Pemikiran Konsep pendidikan Ibnu Khaldun
1.      Pandangan Tentang Manusia Didik
Khaldun melihat manusia tidak terlalu menekankan pada kepribadiannya, menurutnya,” Manusia bukan merupakan produk nenek moyangnya, akan tetapi produk sejarah, lingkungan sosisl, lingkungan alam, adat istiadat, karena itu lingkungan social merupakan tanggung jawab dan sekaligus memberikan corak prilaku seorang manusia.[10]
Ibnu Kaldun memandang manusia sebagai mahluk yang berbeda dengan mahluk lainnya. Manusia, kata Ibnu khaldun adalah manusia berfikir, oleh karena itu ia mampu melahirkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi[11], dari itulah manusia tidak hanya membuat kehidupannya, tetapi juga menaruh perhatian terhadap berbagai cara guna memperoleh makna hidup yang dari proses inilah menghasilkan peradaban.
Pandangan Ibnu Khaldun tentang manusia didik  yaiatu mencakaup:
a.       Pendidik (guru)
Pendidik adalah orang yang berusaha membimbing, meningkatkan, menyempurnakan agar mempunyai ilmu, keterampilan dan menyucikan hati sehingga mencapai kebahagiaan dunia akhirat.[12]
Ada beberapa hal yang dianjurkan Ibnu Khaldun terhadap pendidik yaitu:
1.      Guru harus profesional (memiliki bakat)
2.      Guru harus tau perkembangan psikologis peserta didik dan kemampuan dan daya serap peserta didik.
Adapun prinsip utama yang harus dimiliki oleh pendidik menurut Ibnu   Khaldun yaitu:
a.       Prinsip pembiasaan
b.      Tadrij (berangsur-rangsur)
c.       Pengenalan umum (Generalistik)
d.      Kontinuitas
e.       Memperhatikan bakat dan kemampuan peserta didik
f.       Menghindari kekerasan dalam mengajar
b.      Peserta didik (Murid)
Peserta didik adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang baik secara fisik dan psikologis untuk mencapai tujuan pendidikan.[13]
Hal yang dianjurkan Ibnu Khaldun terhadap peserta didik yaitu:
1.      Peserta didik harus sering berdiskusi dan berdebat
2.      Peserta didik jangan mengantungkan diri pada teks diktat kesimpulan-kesimpulan dari suatu ilmu pengetahuan
3.      Peserta didik harus belajar sendiri atau mandiri

2.      pandangan Tenteng Ilmu atau Materi Pendidikan
Materi merupakan salah satu komponen operasional pendidikan, maka dari itu Ibnu Khaldun telah membagi ilmu pengetahuan yang banyak dipelajari manusia terdiri dari:.
a.       Ilmu Lisan (bahasa) yaitu ilmu tentang tata bahasa (gramitika), sastra atau bahasa yang tersusun secara puitis (syair)
b.      Ilmu Naqli (tradisional science)  yaitu ilmu yang diambil dari kitab suci dan sunnah nabi. Meliputi al qur’an, hadits, ulum al-hadits, fiqh, usul fiqh, ilmu kalam, tasawuf dan ta’bir ru’ya
c.       .Ilmu Aqli (rational science) yaitu illmu yang dapat menunjukkan manusia dengan daya fikir atau kecendrungannya kepada Filsafat dan semua ilmu pengetahuan. Ilmu ini meliputi Mantiq (logika), fisika, Ilmu Hitung, Kedokteran, Pertanian, Astronomi, termasuk juga di dalam ilmu ini adalah sihir dan ilmu nujum (perbintangan). Mengenai ilmu Nujum, Ibnu Khaldun menganggapnya sebagai ilmu yang fasid karena ilmu ini dapat dipergunakan untuk meramalkan segala kejadian sebelum terjadi atas dasar perbintangan. Hal ini merupakan sesuatu yang bathil, berlawanan dengan ilmu Tauhid yang menegaskan bahwa tidak ada yang menciptakan kecuali Allah sendiri.[14]

3.      Pandangan Tentang Kurikulum
Pengertian kurikulum di masa Ibnu Khaldun serta kurikulum masa kini (modern) itu berbeda. Kurikulum di masa Khaldun masih terbatas maklumat-maklumat dan pengetahuan yang dikemukakan oleh guru atau sekolah dalam bentuk mata pelajaran yang tarbatas atau dalam bentuk kitab-kitab tradisional yang tertentu yang dikaji oleh murid dalam tiap tahap pendidikan. Sedangkan pengertian kurikulum modern mencakup konsep yang lebih luas, yang di dalamnya mencakup konsep lebih luas, seperti tujuan pendidikan yang ingin dicapai, pengetahuan-pengetahuan, maklumat-maklumat , data kegiatan–kegiatan dan sebagainya
Sementara pemikiran Khaldun tetang kurikulum dapat dilihat melalui epistimologinya. Menurutnya, ilmu pengetahuan dalam kebudayaan umat islam dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
a.       Ilmu pengetahuan syariat yaitu ilmu-ilmu yang bersandar pada warta otoritatif syar’i (Tuhan / Rasul) dan akal manusia tidak mempunyai peluang untuk mengotak-atiknya kecuali dalam lingkup cabang-cabangnya. Hal itupun masih harus berada dalam kerangka dictum dasar warta otoritatif tersebut.
b.      Ilmu pengetahuan Filosofis yaitu ilmu yang bersifat alami yang diperoleh manusia dengan kemampuan akal dan pikirannya.
Kedua ilmu pengetahuan di atas merupakan pengetahuan yang ditekuni manusia (peserta didik) serta saling berintraksi, baik dalam proses memperoleh atau proses mengajarnya. Konsepsi ini kemudian merupakan pilar dalam merekontruksi kurikulum pendidikan. Islam yang ideal, yaitu kurikulum pendidikan yang mampu mengantarkan peserta didik yang memilki kemampuan membentuk dan membangun peradaban umat manusia.
4.      Pandangan Mengenai Metode Pendidikan
Metode pendidikan adalah ssegala segi kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh guru dalam rangka kemeastian-kemestian mata pelajaran yang diajarkannya.
Menurut ibnu khaldun mengajarkan ilmu pengetahuan kepada pelajar hanyalah akan bermanfaat apabila dilakukan dengan berangsur-rangsur, setapak demi setapak dan sedikit demi sedikit.[15] Metode ini dikenal dengan metode pertahanan dan pengulanagan (tadrij wat tiraati) selain itu menggunakan metode peragaan karena dengan metode ini proses mengajar akan lebih efektif dan materi pelajaran akan lebih cepat ditangkap anak didik serta metode diskusi, dengan metode diskusi inilah, menurut  Ibnu Khaldun pelajar bukan menghafal akan tetapi memahami serta dapat menghidupkan kreativitas pikir anak, dapat memecahkan masalah dan pandai menghargai orang lain. Intinya , guru harus menggunakan metode yang baik dan mengetahui faedah yang dipergunakannnya. Ibnu Khaldun menganjurkan kepada pendidik untuk bersifat sopan dan halus pada muridnya. Hal ini juga termasuk sikap orang tua sebagai pendidik utama, selanjutnya jika keadaan memaksa harus memukul si anak, maka pukulan tersebut tidak boleh lebih dari tiga kali.[16]                                                                                                                       

  

BAB III
PENUTUP

      A.    Kesimpulan
Dari beberapa pemaparan di atas penulis dapat menyimpulkan beberapa kesipulan  sebagai berikut:
1.      Ibnu Khaldun adalah salah satu tokoh muslim yang mempunyai nama lengkap ‘Abd al-Rahman Abu Zaid Ibnu Khaldun, beliua lahir di Tunisia dan wafat Kairo.
2.      Pendidikan merupakan proses belajar mengajar dimana proses tersebut manusia secara sadar, menangkap, menyerap dan menghayati peritiwa-peristiwa alam sepanjang zaman. Sedamgkan tujuan pendidikan  menurut Khuldun diantaranya, mennyiapkan seseorang dari segi keagamaan, akhlaq, kemasyarakatan atau social, vokasional, pemikiran dan keseniaan
3.      Pemikiran konsep pendidikan menurut Khaldun yaitu, tentang manusia didik yang di dalamnya mencakup guru dam murid, tentang ilmu,yang terdiri dari Ilmu Lisan, Imu Naqli dan Aqli, tentang kurikulum dan metode pendidikan.

     B.     Saran
Penulis mengharapkan sekali pada pembaca untuk sekiranya memiliki pendidikan karena pendidikan tersebut sangatlah di butuhkan dari masa sekarang hingga masa yang akan datang. 


DAFTAR PUSTAKA
Siswanto. Pendidikan dalam Perspektif Filosofis, Pamekasan: STAIN Press, 2009
Sucipto, Hery. Ensiklopedi Tokoh Islam, Jakarta: PT Mizan Publika, 2003
Maarif, Ahmad Syafii. Ibn Khaldun dalam Pandangan Penulis Barat dan Timur, Jakarta Gema Insani Press, 1996
Ridlo, Muhammad Jawwad. Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam, Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 2002
Yulianto, Diyan dan M.S. Rohman. Sumbangan-sumbagan Karya Sains Superdahsyat Islam Abad Pertengahan, Jogjakarta: DIVA Press, 2010
                                                                               
Rujukan Lain
http:// Arieslailiyah.blogspot.com



[1] Siswanto, Pendidikan Dalam Persepektif Filosofis, (STAIN Pamekasan: STAIN Press, 2009), hlm. 75
[2] Hery Sucipto, Ensiklopedi Tokoh Islam, (Jakarta: PT Mizan Publika, 2003), hlm. 169
[3] Ahmad syafii  Maarif, Ibnu Khaldun  dalam Pandangan Penulisan Barat Timur, (Jakarta : Gema Insani Press, 1996), hlm. 11
[4] Hery Sucipto, Ensiklopedi Tokoh Islam, (Jakarta: PT Mizan Publika, 2003), hlm. 169
[5] Muhammad Jawwad Ridlo,  Tiga Aliran Utama Teori pendidikan Islam, (Yogyakarta : PT  Tiara Wacana Yogya ,2002), hlm. 173- 174
[6] Siswanto, Pendidikan Dalam Persepektif Filosofis, (STAIN Pamekasan: STAIN Press,2009), hlm.  76
[7] Diyan Yulianto dan M.S. Rahman,  Sumbangan- Sumbangan Karya Sains superdahsyat Islam Abad Pertengahan, (Jogjakarta : DIVA Press, 2010), hlm. 256
[8] http:// Arieslailiyah. Blogspot. com                                     
[9] ibid                                                                                                                              
[10] http:// Hadirukiyah. Blogspot.com
[11]Abuddin Nata, filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Midiam Pertama, 2005), hlm. 224
[12] http:// Arieslailiyah. Blogspot. com
[13] Ibid
[14] Abuddin Nata, filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Midiam Pertama, 2005), hlm, 226
[15] Ibid
[16] Ibid, hlm.  227
Read More >>

BAB I
PENDAHULUAN
    A.    Latar Belakang Masalah
             Dalam menghadapi kebenaran dan agama, manusia itu berbeda dalam cara menerima, menghayati, dan mengamalkannya. Bagi orang yang bersih jiwanya dan tidak dikotori hawa nafsunya, mereka siap menerima kebenaran agama dengan mudah, lancar serta insyaf. Mereka tidak membutuhkan argumentasi, teori muluk-muluk,bukti-bukti maupan ucapan-ucapan yang diperkuat dengan taukid atau sumpah.
            Sebaliknya, bagi orang yang jiwanya dikotori hawa nafsu, kebatilan dan tipuan setan, mereka tidak akan mau menerima kebenaran agama. Mereka menerima kebenaran agama setelah jiwanya di masuki bentuk-bentuk ungkapan yang menenangkan jiwa, baik diberi penguat (taukihd) ataupun sumpah (qasam) untuk menyadarkan mereka.
   B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka adapun rumusan masalahnya sebagai berikut:
1. Apa pengertian dan rukun-rukun aqsam alqur’an?
2. Apa saja macam-macam Aqsam alquran?
3. Apa saja bentuk-bentuk Aqsam alquran?
4. Apa saja faidah-faidah Aqsam alquran?
   C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui dan memahami pengertian dan rukun-rukun Aqsam Alquran.
2.      Untuk mengetahui macam-macam Aqsam alquran
3.      Untuk mengetahui bentuk-bentuk Aqsam alquran.
4.      Untuk mengetahui faidah-faidah Aqsam alquran




BAB II
PEMBAHASAN
    A.    Pegertian Aqsamil Quran
Menurut bahasa, aqsam merupakan lafal jamak dari kata qasam. Sedangkan kata qasam sama artinya dengan kata halaf  dan yamin, karena memang satu makna yaitu berarti sumpah. Sumpah dinamakan dengan yamin karena orang Arab kalau bersumpah saling memegang tangan kanan masing-masing.
 Qasam dan yamin merupakan sinonim yang didefinisikan untuk memperkuat maksud sesuatu dengan menyebutkan sesuatu yang lain yang memposisikan posisi yang lebih tinggi.[1]
Menurut istilah qasam diberi definisi sebagai berikut: “Sumpah ialah mengikatkan jiwa untuk tidak melakukan sesuatu perbuatan atau untuk mengerjakannya, yang diperkuat dengan sesuatu yang diagungkan bagi orang yang bersumpah, baik secara nyata ataupun secara keyakinan saja.”
Sumpah itu dalam ucapan sehari-hari merupakan salah satu cara menguatkan pembicaraan yang diselipi dengan persaksian/pembuktian yang mendorong lawan pembicara untuk bisa mempercayai/ menerimanya. Sebab, pembicaraan yang diperkuat dengan sumpah itu, berarti sudah dipersaksikan di depan Tuhan.
Bentuk sumpah itu tidak hanya terdapat dalam Al Quran saja, juga tidak hanya dalam bahasa Arab, melainkan umum dan terdapat dalam kitab suci serta dalam segala bahasa di dunia, baik Arab, Inggris, Perancis, Urdu dan sebagainya termasuk pula dalam bahasa Indonesia.
Dr. Bakri Syekh Amin dalam buku At Ta’birul Fanni Fil Quran menjelaskan beberapa bentuk sumpah yang biasa terjadi dikalangan orang Arab, sebagai berikut: Dengan bentuk salam-salaman tangan kanan mereka, dengan bentuk memercikkan minyak wangi ke tangan atau pakaian mereka, dengan bentuk saling mengikatkan tampar yang satu kepada yang lain, dengan bentuk tekad/nazar dan dengan bentuk-bentuk yang lain.[2]
Orang yang pertama menyusun Ilmu Aqsamil Quran ini ialah Imam Ibnu Al Jauziyah (wafat 751 H.) yang menulis kitab At Tibyan Fi Aqsamil Quran.
   B.     Rukun-Rukun Qasam
   Sighat qasam yang asli itu terdiri dari tiga rukun yaitu:
1.      Harus ada fi’il qasam yang di muta’addikan dengan huruf  ba’.
Dalam percakapan sehari-hari atau dalam ayat al Quran, sumpah itu tidak terlalu lengkap mencakup  rukun tersebut. Kadang-kadang fi’il qasamnya dibuang/tidak disebutkan. Tetapi dalam Al Quran, penggunaan huruf ba’ ini hanya terjadi jika fi’il qasamnya disebutkan. Contohnya seperti dalam ayat 53 surat An Nur:
وَاَقْسَمُوْا بالله جَهْدَ اَيْمَانِهِمْ (النور:35 )
Bahkan terkadang huruf ba’ itupun diganti dengan wawu, seperti surat Al lail ayat 1:
والّيْلِ اِذَا يَغْشى (اليل: 1)
Atau diganti dengan huruf ta’, seperti dalam surat Al Anbiya’ ayat 57:
تَالله لاَ كَيْدَنَّ اَصْنَامَكُمْ (الانبياء:57)
Sumpah ada juga yang menggunakan huruf wau. Sumapah yang menggunakan wau ini tidak perlu menggunakan lafad aqsama, ahlafa. Sebaliknya huruf itu harus digunakan kata yang jelas, bukan pengganti.[3]
2.      Harus ada muqsam bih (penguat sumpah), yaitu sumpah itu harus diperkuat sesuatu yang diagungkan oleh yang bersumpah. Misalnya dengan menggunakan lafal Allah:

·         Keadaan Muqsam Bih
Dr. Bakri Syekh Amin dalam buku At Ta’bir Alfan fil Quran menceritakan bahwa kebiasaan sumpah orang-orang arab jahiliyah yang selalu memakai muqsam bih selain Allah, misalnya dengan umurnya, kakeknya, hidupnya, kepala dan sebagainya.  Maksud sumpah orang Arab Jahiliyah tersebut adalah untk memuliakan hal-hal yang dijadikan muqsam bih itu. Menurut kebiasaan, mereka memang memuliakan hal tersebut. Sejalan dengan kebiasaan orang Arab itulah, dalam Al Quran juga kadang-kadang terdapat qasam seperti qasam orang Arab Jahiliyah. Misalnya yang terdapat dalam surat Al Hijr ayat 72:
لَعَمْرُكَ أَنَّهُمْ لَفِي سَكْرَتِهِمْ يَعْمَهُوْنَ (الحجر:72)
Padahal menurut peraturan muqsam bih, sumpah itu seharusnya memakai nama Allah SWT, Dzat atau sifat-sifat-Nya, terutama bagi sumpah manusia. Sebab ada larangan bersumapah dengan muqsam bih selain Allah, yang dihukumi musyrik.  Hal itu berdasarkan hadits riwayat Umar:
مَنْ خَلَفَ بِغَيْرِ الله فَقَدْ كَفَرَ اَوْ شَرَكَ (رواه الترميذي)
Artinya: barang siapa bersumpah dengan selain Allah, maka berarti dia telah kafir atau musyrik (H.R. Tirmdzi)
Memang bagi Allah boleh bersumpah dengan apa saja. Sebab, muqsam bih itu harus berupa sesuatu yang diagungkan oleh yang bersumpah. Sedang bagi Allah yang Maha Agung tidak ada yang harus diagungkan oleh-Nya. Sehingga dia boleh bersumpah dengan Dzat-Nya ataupun makhluk-Nya, tetapi tidak untuk mengagungkan makhluk itu. Melainkan supaya manusia mengerti bahwa makhluk/benda yang dijadikan muqsam bih Allah SWT. itu adalah benda yang penting dan besar artinya.
·         Macam-macam Muqsam Bih dalam Al Quran
Ada 7 macam muqsam bih dalam Al Quran:
a)      Dengan Dzat Allah atau sifat-sifat-Nya, terdapat dalam tujuh ayat sebagai berikut:
o   Surat Maryam ayat 68
o   Surat Al Hijr ayat 92
o   Surat An Nisa ayat 65
o   Surat Al Ma’arij ayat 40
o   Surat At Taghabun ayat 7
o   Surat As Saba’ ayat 3
o   Surat Yunus ayat 53
b)      Dengan kehidupan Nabi Muhammad SAW. Terdapat dalam surat Al Hijr ayat 72:
c)      Dengan hari kiamat, seperti pada surat Al Qiyamah ayat 1:
d)     Dengan Al Quran, seperti surat Yasin ayat 1-3:
e)      Dengan makhluk berupa benda-benda angkasa (Al uluwwiyyat), seperti pada surat An Najm ayat 1-2:
f)       Dengan makhluk yang berupa benda-benda bumi (bissufliyyat) seperti pada surat At Tin ayat 1:
g)      Dengan waktu, seperti waktu dhuha. Contohnya surat Ad Dhuha ayat 1:
3.      Harus ada muqsam ‘alaihi (berita yang diperkuat dengan sumpah itu), yaitu ucapan yang ingin diterima/dipercaya orang yang mendengar, lalu diperkuat dengan sumpah tesebut.
·         Keadaan Muqsam Alaihi
Muqsam Alaihi adalah berita yang dikuatkan dengan sumpah atau disebut juga jawaban sumpah. Ada empat hal yang harus dipenuhi muqsam ‘alaihi, yaitu:
a)      Muqsam ‘alaihi/berita itu terdiri dari hal-hal yang baik, terpuji atau hal-hal penting.
b)      Muqsam ‘alaihi itu sebaiknya disebutkan dalam setiap bentuk sumpah. Jika muqsam ‘alaihii tersebut kalimatnya terlalu panjang, maka muqsam ‘alaihi boleh di buang.
c)      Jika jawab qasamnya berupa fi’il madhi mutaharrif yang positif (tidak dinegatifkan), maka harus dimasuki huruf  “lam” dan “qad”.
d)     Materi isi muqsam ‘alaihi itu bisa bermacam-macam, terdiri dari berbagai bidang pembicaraan yang baik-baik dan penting-penting.
Dalam  Al Quran, Muqsam ‘alaihi terdiri dari hal-hal berikut:
a)      Pokok-pokok  keimanan dan ketauhidan.
b)      Penegasan bahwa Al Quran itu adalah benar-benar mulia.
c)      Keterangan bahwa Rasulullah SAW itu adalah benar-benar utusan Allah.
d)     Penjelasan tentang balasan, janji dan ancaman yang benar-benar akan terlaksana.
e)      Keterangan tentag ikhwal manusia.
   C.     Macam-Macam Aqsamil Quran
   Dilihat dari segi fi’ilnya, qasam Al Quran itu ada dua macam, sebagai berikut:
a)      Qasam Dhahir
Qasam Dhahir adalah sumpah yang di dalamnya disebutkan fi’il qasam dan muqsam bihnya. Dan diantaranya ada yang dihilangkan fi’il qasamnya, sebagaimana pada umumnya karena dicukupkan dengan huruf jarr berupa wawu, ba’ dan ta’. Contohnya seperti dalam surat Al Qiyamah ayat 1-2 berikut:
لاَ أُقْسِمُ بِيَوْمِ القِيَمَةِ. ولاَ اُقْسِمُ بالنَّفْسِ الَّوَّامَةِ.
b)      Qasam Mudhmar
Qasam Mudhmar adalah sumpah yang di dalamnya tidak dijelaskan fi’il qasam dan tidak pula muqsam bih, tetapi ia ditunjukkan oleh “lam taukid” yang menunjukkan sebagai jawaban qasam. Contohnya seperti dalam surat Ali Imran ayat 186:
لَتُبْلَوُنَّ فِي اَمْوَلِكَمْ وَ اَنْفُسِكُمْ (ال عمران:186 )
Dilihat dari segi muqsam bihnya, maka qasam ada tujuh macam:
a)      Qasam dengan Dzat Allah SWT atau sifat-sifat-Nya yang terdapat pada 7 ayat, diantaranya seperti dalam surat Al Hijr ayat 92.
b)      Qasam dengan perbuatan-perbuatan Allah SWT. Seperti dalam surat As Syams ayat 5.
c)      Qasam dengan yang dikerjakan Allah SWT, seperti dalam surat Ath Thur ayat 1.
d)     Qasam dengan malaikat-malaikat Allah SWT, seperti dalam surat An Nazia’at ayat 1-3.
e)      Qasam dengan Nabi Allah SWT, seperti dalam surat Al Hijr  ayat 72.
f)       Qasam dengan makhluk Allah SWT, seperti dalam surat At Tin ayat 1-2.
g)      Qasam dengan waktu, seperti dalam surat Ad Dhuha ayat 1-2.
    D.    Bentuk-bentuk Aqsamil Quran
a.       Bentuk  pertama
Sebagaimana sudah disebutkan, bahwa sighat (bentuk) yang asli dalam sumpah itu ialah bentuk yang terdiri dari tiga unsur, yaitu fi’il sumpah ynag dimuta’addikan dengan “ba’” muqsam bih dan muqsam alaih. Kemudian fi’il yang dijadikan sumpah itu bisa lafal aqsamu, ahlifu atau asyhidu yang semuanya berarti “ bersumpah”.
b.      Bentuk kedua: ditambah huruf la
Kebiasaan orang yang bersumpah itu memakai berbagai macam bentuk, yang berarti merupakan sighat-sighat yang tidak asli lagi. Begitu pula di dalam Al Quran, banyak terdapat juga sighat-sighat sumpah lain, disamping yang asli. Mislanya sighat yang ditambah huruf  “la” di depan fi’il qasamnya. Contohnya seperti dalam surat Al Insyiqaq ayat 16:
فلاَ اُقْسمُ بِالشَّفَقَ (الانشقاق:16)
c.       Bentuk ketiga: ditambah kata Qul Bala (قل بلي)
Sighat ini adalah untuk membantah atau menyanggah keterangan yang tidak benar. Tambahan “Qul Bala” itu adalah untuk melengkapi ungkapan kalimat yang sebelumnya, yang berisi keterangan yang tidak betul, yaitu kalimat:
 كَفَرُوْا لاَ ثَاءْثِيْنَ السَّاعَة الَّذِيْنَ وَقَالَ
Sehingga Allah memerintahkan supaya dijawab dengan positif bahwa pasti datang hari kiamat itu. Seperti dalam surat As Saba ayat 3:
قُلْ بَلي وَرَبِّي لَتُبْعَثُنَّ
d.      Bentuk keempat: ditambah kata-kata Qul Iiy (قل اِيْ)
Kadang-kadangsumpah dalam Al Quran itu ditambah dengan kata-kat “ Qul Iiy” yang berarti benar. Seperti dalam surat Yunus ayat 53:
قُلْ اِيْ وَرَبِّي اِنَّهُ لَحَقْ(يونس:53)
   E.     Faedah Qasam
        Qasam merupakan salah satu penguat perkataan yang masyhur untuk memantapkan dan memperkuat kebenaran sesuatu di dalam jiwa. Quran al Karim diturunkan untuk seluruh manusia dan manusia mempunyai sikap yang bermacam-macam terhadapnya. Maka dengan adanya qasam tersebut sedikitya diperoleh faedah-faedah sebagai berikut:
a)      Berita itu sudah sampai pendengar dan kalau dia bukan orang yang apriori menolak, tentunya berita tersebut sudah diterima dan dipercaya karena sudah diperkuat dengan sumpah, apalagi memakai nama Allah SWT.
b)      Pemberi berita sudah merasa lega, karena telah menaklukkan pendengar dengan cara memperkuat berita-beritanya dengan sumpah atau dengan beberapa taukid (penguat). Hal ini berbeda sebelum dia bersumpah, jiwanya masih merasa kecewa, karena beritanya belum diterima pendengar.
c)      Dengan bersumpah memakai nama Allah atau sifat-sifat-Nya, menurut Dr. Bakri Syekh Amin berarti memuliakan atu mengagungkan Allah SWT. karena telah menjadikan nama-Nya selakuDzat yang diagungkan sebagai penguat sumpahnya. Tidak memakai nama atau benda-benda lain, sesuai dengan peraturan dan definisi sumpah itu sendiri.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
           Dari pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa Sumpah ialah mengikatkan jiwa untuk tidak melakukan sesuatu perbuatan atau untuk mengerjakannya, yang diperkuat dengan sesuatu yang diagungkan bagi orang yang bersumpah, baik secara nyata ataupun secara keyakinan saja.
Rukun-rukun yang ada dalam aqsam Al quran adalah fi’il qasam, muqsam bih dan muqsam alaih. Huruf-huruf yang digunakan dalam aqsam, pertama huruf wau dan huruf ba’. Sumpah yang menggunakan huruf wau tidak perlu menggunakan lafad aqsama, ahlafa. Sumpah yang menggunakan huruf ba’ bisa disertai dengan kata yang menunjukkan sumpah dan boleh tidak menyertakan sumpah.
Bentuk-bentuk aqsam Al Quran ada yang menggunakan bentuk asli, ditambah dengan huruf La, ditambah kata Qul Bala (قل بلي), ditambah kata-kata Qul Iiy (قل اِيْ). Aqsam Al Quran ini berfungsi sebagai penguat (ta’kid) ucapan agar pendengar mudah diterima dan dipercaya.
           Dalam qasam juga terdapat faedah-faedah diantaranya adalah berita yang sudah sampai pendengar, dan dia bukan orang yang apriori, berita itu sudah diterima dan dipercaya karena sudah diperkuat dengan sumpah. Pemberita berita itu sudah merasa lega, karena telah menaklukkan pendengar dengan cara memperkuat berita dengan sumpah. Dan dengan bersumpah menggunakan nama Allah atau sifat-sifat-Nya berarti memuliakan atau mengagungkan Allah SWT. karena telah menggunakan nama-Nya selaku Dzat yang diagungkan sebagai penguat sumpah.

B.     Saran
     Tak ada gading yang tak retak. Dalam penulisan ini kami sadari masih banyak kekurangan, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.
  

DAFTAR PUSTAKA
Izzan, Ahmad, Ulumul Quran, tafakur, Bandung, 2005.
Djalal, Abdul, Ulumul Quran, Dunia Ilmu, Surabaya, 1998.





[1] Ahmad Izzan, Ulumul Quran, Tafakur, 2005, hal. 225
[2] Abdul Jalal, Ulumul Quran, Dunia Ilmu, 1998, 364.
[3] Ahmad Izzan, Ulumul Quran, Tafakur, 2005, hal. 225
Read More >>