PEMBAHASAN
A. RIWAYAT
HIDUP K.H.HASYIM ASY’ARI
K.H. Hasyim Asy’ari merupakan salah seorang
sosok yang tumbuh dewasa dan menghabiskan waktu hidupnya di pondok pesantren.
Pendidikan pesantren yang begitu telah khas yang membesarkannya menjadi sosok
alim dalam hal keagamaan, juga mempunyai concern terhadap pemberdayaan umat
K.H. Hasyim Asy’ari dilahirkan pada hari selasa
kliwon tanggal 24 Dzulqa’dah 1287 H bertepatan dengan tanggal 14 Februari 1871
M. kutipan (Solikah; 2012; 73) dari kitab Adab A’lim Wa Muta’allim karangan
K.H. Hasyim Asy’ari.
Berdasarkan kutipan (Samsul Nizar; 2011; 335)
dari Kitab Adab A’lim Wa Muta’allimkarangan K.H. Hasyim Asy’ari
bahwa nama lengkap Hasyim Asy’ari adalah Muhammad Hasyim Asy’ari bin Abdul
Wahid bin Abdul Halim yang mempunyai gelar pengeran Bona bin Abdur Rahman yang
dikenal dengan sebutan Jaka Tingkir Sultan Hadiwijaya bin Abdullah bin Abdul
Aziz bin Abdul Fatah bin Maulana Ishal dari Raden Ainul Yakin yang disebut
dengan Sunan Giri.
Adapun guru pertama K.H. Hasyim Asy’ari adalah
ayahnya sendiri. beliaulah yang mengajar dan mendidiknya dengan
tekun sehingga hasyim asy’ari dapat membaca al-qur’an dan
literatur-literatur islam lainnya. setelah mulai mahir membaca
al-qur’an baru beliau di masukkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu
pesantren. Pada awalnya, ia menjadi santri di Pesantren Wonokojo di
Probolinggo, kemudian pindah ke Pesantren Langitan,Tuban. Dari
pondok inilah santri yang cerdas tersebut berpindah lagi ke Bangkalan, yaitu di
sebuah pesantren yang diasuh oleh Kyai Kholil. Terakhir-sebelum belajar ke makkah-
ia sempat nyantri di Pesantren Sewalan Panji, Sidoarjo. Pada pesantren ini yang
terakhir inilah ia diambil sebagai menantu oleh Kyai Ya’kub, pengasuh pesantren
tersebut.
Sebagaimana santri pada umumnya, K.H. Hasyim
Asy’ari senang belajar di pesantren sejak masih belia. Sebelum umur delapan
tahun Kiai Usman sangat memperhatikannya. Kemuadian pada tahun 1876 ia
meninggalkan kakeknya tercinta dan memulai pelajarannya yang baru di pesantren
orang tuanya sendiri di Desa Keras, tepatnya di bagian selatan Jombang.(Lathiful
Khuluq ; 2000 ; 14-15)
Pada tahun 1892 K.H. Hasyim Asy’ari menikah
dengan khadijah, putri Kyai Ya’kub. Tidak berapa lama menikah beliau beserta
istri dan mertuanya berangkat haji ke Makkah yang dilanjutkan dengan belajar di
sana. Akan tetapi, setelah istrinya meninggal setelah melahirkan, disusul
kemudian putranya, menyebabkannya kembali lagi ke tanah air. Tidak berapa lama
kemudian, ia berangkat lagi ke tanah suci, tidak hanya untuk menuniakan ibadah
haji, tetapi juga untuk belajar kepada beberapa ulama terkenal seperti Syekh
Ahmad Amin Al-aththar, Sayyid Sultan bin Hasyim, Sayyid Ahmad bin Hasan
Al-aththar, Syekh Sayyid Yamay, Sayyid Alawi bin Ahmad Al-saqqaf, Sayyid Abbas
Maliki, Sayyid Abdullah Az-zawawy, Syekh Shaleh Bafadhal, dan Syekh Sultan
Hasyim Dagastani.
Setelah lebih kurang tujuh tahun belajar di
Makkah, pada tahun 1899/1900, ia kembali ke Indonesia dan mengajar di pesantren
ayahnya, baru kemudian mendirikan pesantren sendiri di daerah sekitar Cukir,
Pesantren Tebu Ireng, pada tanggal 6 Februari 1906. Dari pesantren inilah
banyak timbul ulama-ulama untuk wilayah jawa dan sekitarnya.
Pada awal karir, K.H. Hasyim Asy’ari bukanlah
seorang aktivis politik juga dan bukan musuh utama penjajahan belanda. Beliau
ketika itu belum peduli untuk menyebarkan ide-ide politik dan umumnya tidak
keberatan dengan kebijakan belanda selama tidak membahayakan keberlangsungan
ajaran-ajaran islam. Dalam kaitan ini, beliau tidaklah seperti H.O.S.
Cokroaminoto dan Haji Agus Salim, pemimpin utama syarikat islam, atau Ir.
Soekarno, pendiri Partai Nasional Indonesia dan kemudian menjadi presiden
pertama Indonesia, yang memvokuskan diri pada isu-isu politik dan bergerak
terbuka selama beberapa tahun untuk kemerdekaan Indonesia. Meskipun demikian,
K.H. Hasyim Asy’ari dapat dianggap sebagia pemimpin bagi sejumlah tokoh politik
dan sebagai tokoh pendiri Nahdlatu Ulama’
Masyarakat colonial adalah masyarakat yang
serba eksploratif dan disriminatif yang dilakukan penjajah melalui dominasi
politik. Factor pendukungnya adalah kristenisasi dan westrenisasi serta
pembiaran terhadap adat tradisional yang menguntungkan penjajah. System
colonial ini dipentaskan selam tiga setengah abad di Indonesia oleh bangsa
barat. Perjuangan melawan kolonialisme telah dilakukan oleh bangsa Indonesia
sejak datangnya penjajah, demi kebebasan agama dan bangsanya. Pesantren dan
ulama mempunyai peran besar dalam masalah ini, bahkan pesantren adalah pelopor
perjuangan.(Tamyiz Burhanuddin; 2001; 26)
B. KONSEP
PENDIDIKAN K.H. HASYIM ASY’ARI
1. Urgensi
pendidikan
Urgensi pendidikan terletak bagaimana memberi
kontribusi pada masyarakat yang berbudaya dan beretika jadi tujuan mempelajari
ilmu adalah untuk diamalkan
Pola pemaparan konsep pendidikan K.H. Hasyim
Asy’ari dalam kitab Adab Alim Wa Muta’allim mengikuti logika
induktif, di mana beliau mengwali penjelasannya langsung dengan mengutip
ayat-ayat al-qur’an. Hadits, pendapat para ulama, syair-syair yang mengadung
hikamah.dengan cara ini. K.H. Hasyim Asy’ari memberi pembaca agar menangkap
ma’na tanpa harus dijelaskan dengan bahasa beliau sendiri. Namun demikaian,
ide-ide pemikirannya dapat dilihat dari bagaimana beliau memaparkan isi kitab
karangan beliau.(Sarwo Imam Taufiq; 2008; 22).
K.H. Hasyim Asy’ari memaparkan tingginya
penuntut ilmu dan ulama dengan mengenengahkan ayat Al-qur’an yang berbunyi:
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman
di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan
Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(al-mujdalah; 11)
Di tempat lain, K.H. Hasyim Asy’ari
menggabungkan surah Al bayyinah yang berbunyi:
7. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah Sebaik-baik makhluk.
8. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah
syurga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. yang
demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya. (Al-bayyinah
; 7-8)
Premis dari ayat pertama menyatakan ulama
adalah hamba yang takut kepada Allah SWT sedangkan pada ayat kedua menyatakan
bahwa takut kepad Allah SWT adalah makluk yang terbaik. Kedua premis ini dapat
dikongklusikan menjadi ulama merupakan makluk terbaik disisi Allah SWT.
2. Tujuan
pendidikan K.H. Hasyim Asy’ari
Tujuan pendidikan yang ideal menurut K.H.
Hasyim Asy’ari adalah untuk membentuk masyarakat yang beretika tinggi (akhlaqul
karimah). rumusan ini secara implisit dapat terbaca dari beberapa hadits dan
pendapat ulama yang dikutipnya. Beliau menyetir sebuah hadits yang
berbunyi: “diriwayatkan dari Aisyah r.a. dari Rasulullah SAW
bersabda : kewajiban orang tua terhadapnya adalah membaguskan namanya,
membaguskan ibu susuannya dan membaguskan etikanya”.(Sarwo Imam Taufiq; 2008;
26)
3. Konsep
dasar belajar
Kiai asyim tidak merumuskan definisi belajar
secara kongkret dalam karyanya Adab ‘Alim Wa Al-Muta’allim. Untuk
mendapatkan rumusan yang jelas tentang konsep belajar beliau, mau tidak mau
harus menarik pengertian dari keseluruhan isi kitab, baru kemudian dicoba
dirumuskan definisi tersebut. (Sarwo Imam Taufiq; 2008; 33)
Konsep dasar belajar menurut K.H. Hasyim
Asya’ri sesungguhnya dapat ditelusuri melalui penjelasannya tentang etika
seorang murid yang sedang belajar, etika seorang murid terhadap pelajarannya,
dan etika seorang murid terhadap sumber belajar (kitab, buku). Dari tiga konsep
etika tersebut dapat ditemukan gambaran yang cukup terang bagaiman konsep dan
prinsip-prinsip belajar menurut beliau.
Kiai hasyim mengiventarisir terdapat sepuluh
macam etika yang harus dicamkan seorang siswa dalam belajar, Berdasarkan
kutipan Sarwo imam taufiq; 2008; 28) dari Kitab Adab A’lim Wa
Muta’allim karangan K.H. Hasyim Asy’ari bahwa yaitu : (1) membersihkan
hati dari berbagai sifat yang mengotori, seperti : iri, dengki, dendam serta
akhlak dan akidah yang rusak.(2) meniatkan mencari ilmu semata-mata karena
Allah SWT , untuk mengamalkannya, menghidupkan syari’atnya dan menyinari hatinya.
(3) menyegerakan menuntut ilmu selagi kesempatan memungkinkan.(4) bersifat
menerima terhadap pemberian tuhan. (5) membagi waktu dengan sebaik-baiknya. (6)
menyedikitkan makan dan minum, karena kebanyakan makan menyebabkan kemalasan.
(7) wara’ (8) menghindari makan yang dapat menimbulakan kemalasan dan
mengurangi kecerdasan. (9) mengurangi tidur selama tidak membahayakan
kesehatan. (10) menghindarai pergaulanyang tidak bermanfaat, terlebih lagi
terhadap lawan jenis.
Konsep kedua: etika seorang murid ketika sedang
belajar, K.H. Hasyim menginventariskannya menjadi tiga belas macam, yaitu:
(1) mendahulukan mempelajari ilmu yang bersifat fardhu ‘ain. (2) memahami
tafsir serta seluk beluknya.(3) berhati-hati dalam menyikapi persoalan yang
masih menjadi perdebatan para ulama. (4) mendiskusikan atau mengkonsultasikan
hasil belajar kepada orang yang dipercayainya. (5)segera menyimak suatu ilmu,
terutama hadist. (6) mempunyai motivasi yang tinggi untuk selalu menelalah ilmu
dan tidak menunda-nundanya. (7) dekat dengan orang alim serta bersama-sama
mengkajinya.(8) mengucapkan salam ketika memasuki suatu majelis ta’lim. (9)
aktif bertanya (10) sportif dalam bertanya ketika banyak yang bertanya (11)
hendaknya membacakan kitab dihadapan syekh atau guru, ketika snag guru sedang
tidak sibuk. (12) memantapkan pemahaman (13) senang terhadap ilmu.
Konsep ketiga : etika seoarng murid terhadap
sumber belajar (buku, kitab), kiai hasyim mengiventariskan menjadi lima macam
etika, yaitu: (1) hendaknya murid memiliki buku yang diperlukan. (2) dianjurkan
untuk meminjam buku kepada orang lain (saling percaya). (3) meletak buku pada
tempatnya. (4) jika mau meminjam atau membeli, hendaklah teliti. (5) suci dari
hadas ketika menela’ah buku
4. Konsep
dasar mengajar.
Konsep mengajar K.H. Hasyim
Asy’ari dapat ditelusuri melalui penjelasannya tentang konsep etika yang harus
dicamkan oleh seorang guru yang berkaitan dengan dirinya dan etika seorang guru
terhadap pelajarannya.
K.H. Hasyim Asy’ari mengiventarisir terhadap 20
etika yang harus dicamkan seorang yang berkaitan dengan dirinya. Berdasarkan
kutipan Sarwo Imam Taufiq; 2008; 32-33) dari KitabAdab A’lim Wa Muta’allim karangan
K.H. Hasyim Asy’ari . Dua puluh macam etika itu adalah: 1. Selalu
mendekatkan diri kepada Allah SWT baik sendiri maupun bersama, 2. Selalu takut
kepada Allah SWT dalam setiap gerak, 3. Bersikap tenang, 4. Wara’, 5. Tawadhu’,
6. Khusu’ dihadapan Allah SWT, 7. Mengadukan segala persoalan untuk meraih
kesenagna duniawi, seperti kedudukan, kekayaan, keterkenalan keapada Allah SWT,
8. Tidak menjadikan ilmu sebagai tangga, 9. Tidak terlalu mengagungkan
keduniaan, 10. Berlaku zuhud terhadap kedunian, 11. Menjauhi
pekerjaan-pekerjaan hina, baik secara syar’I maupun adat yang berlaku, 12.
Menjauhi perbuatan yang dapat merendahka martabat, sekalipun secara batin dapat
dibenarkan, 13. Senantiasa menegakkan syari’at islam,menebarkan salam, dan amar
ma’ruf nahi mungkar,14. Menghidupkan sunah, 15. Menjaga hal-hal yang di
anjurkan dalam agama, membaca Al-qur;an baik dengan hati maupun lisan, 16.
Berinteraksi social dengan etika yang luhur, 17. Membersihkan batin dan lahir
dari etika-etika yang rendah dan mengisi dengan akhlak-akhlak yang luhur, 18.
Senantiasa memperdalam ilmu dan mengamlakannya dengan sungguh-sungguh, 19.
Rajin memperdalam kajian keilmuan, 20. Menyibukkan diri dengan membuat tulisan
ilmiah dengan sesuai dengan bidangnya.
Konsep kedua adalah etika guru ketika hendak
sedang mengajar. K.H. Hasyim Asya’ri menawarkan etika-etika itu antara lain,
1.bersih dari hadas kecil dan besar ketika memasuki ruangan prmbelajaran, 2.
membaca doa ketiak hendak keluar rumahak,3. Ketika sampai di masjid memberikan
salam kepada yang hadir dan duduk menghadap kiblat, jika memungkinkan dengan
teang, tawadhu; dan khusu’ dan tidak mengeluarkan gerakan-gerakan yang tidak
perlu, tidak mengejar ketika sedang lapar,haus,sangat sedih,marah, atau sedang
kantuk,4. Duduk di tengah para hadirin dengan hormat, kata yang
menyenangkan atau menunjukkan rasa senang dan tidak sombong, 5. Melalui
pelajaran dengan membaca sebagian ayat Al-qur’an untuk meminta berkah dari-nya,
membaca ta’awudz, basmalah,puji-pujian dan shalawat atas nabi, 6. Mendahulukan
pengajaran materi-,ateri yang menjadi prioritas, tidakmemperlama atau
memperpendek dalam mengajar, tidak berbicara di luar materi yang sedang
dibicarakan,7.Tidak meninggikan suara diluar yang dibutuhkan,8. Menjaga ruangan
belajar agar tidak gaduh, 9. Mengingat para hadirin akan tujuan mereka dating
ke tempat itu semata-mata ikhlas kareana allah, 10. Menegur murid yang tidak
mengindahkan etika-etika ketika sedang belajar , seperti bervicara dengan teman, tidur dan
tertawa, 11. Berkata jujur akan ketidaktahuannya ketika ditanya akan suatu
persoalan dan ia betuk-betul belum tahu, sehingga tidak muncul jawabab yang
menyesatkan, 12. Memberi kesempatan kepada peserta didik yang datang terlamabat
dan mengulangi penjelasan agar tahu yang dimaksud, 13. Menutup pelajaran dengan
do’a penutup majlis.
5. Relasi
pendidik dan peserta didik
Untuk memahami konsep relasi pendidik dan
peserta didik dari K.H. Hasyim Asy’ari, terlebih dahuli perlu
dipaparkan bagaimana konsep beliau tentang etika seorang murid terhadap guru
dan etika guru tethadap muridnya. Dari dua konsep etika itu, dapat dipahami
bagiamana relasi antara keduanya terjalin.
Kiai hasyim mengiventarisir terhadap dua belas
macam etika yang harus dipedomani seorang siswa ketika berhadapan dengan guru,
yaitu: (1) hendaknya menjadi pedoman seorang murid agar meneliti dahulu dengan
meminta petunjuk kepada Allah SWT siapa guru yang akan mendidknya dengan
mempertimbangkan akhlak dan etikanya.
Gurunya yang baik adalah cakap dan
professional, kasih sayang, berwibawa, menjaga diri dari hal-hal yang dapat
merendahkan martabat, berkarya, pandai mengajar, dan berwawasan luas, (2)
memilah guru yang betul-betul mampu dan diakui kapasitas keilmuannya,(3)
menurut dan tidak membentak guru seperti halnya orang sakit yang harus menurut
kepada dokter yang ahli, (4)menghormati guru dan berkeyakinan bahwa seorang
guru memiliki derajat kesempurnaan,(5) mengetahui kewajiban yang harus
ditunaikan pada gurunya dan mendo’akan semasa hidup dan wafatbnya. (6) bersabar
terhadap kekerasan guru atau keburukan akhlaknya serasa tetap menggauli dan
tetap berkeyakinan bahwa sang guru masih memiliki derajat kesempurnaan, (7)
tidak menghadap guru kecuali jika diijinkan, (8) duduk di depan guru dengan
sopan, (9) bertutur kata yang bagus, (10) tidak sok tahu, meskipun apa yang
disampaikan guru itu sudah tahu, (11) tidak mendahului guru menjelaskan suatu
persoalan atau menjawab pertanyaan dan memotong pembicaraan guru ketika sedang
menjelaskan, (12) menerima atau member sesuatu kepada guru dengan tangan kanan.
Sedangkan etika seorang
guru terhadap muridnya, kiai hasyim mengivintarisir terhadap empat belas macam,
yaitu: (1) meniatkan mengajar semata-mata karena allah, untuk menyebarkan ilmu
dan menghidupkan syari’at islam, (2) menghindari ketidak ikhlasan dan mengejar
keduniaan, (3) mencintai murid-murinya sebagaimana ia mencintai dirinya
sendiri, (4) mengajar dengan metode yang mudah dipahami para muridnya, (5)
menjelaskan materi pelajaran dengan sejelas-jelasnya, kalau perlu diulang
sampai murid betul-betul paham, (6) tidak membebani murid di luar kemampuannya
yang dapat menyebabkan dia merasa tertekan, (7) sesekali meminta murid untuk
mengulangi hafalan atau pelajaran yang telah lalu, (8) tidak bersikap pilih
kasih, meskipun terhadap murid yang memilki kelebihan sekalipun. Guru cukup
memberikan respek kepada murid yang memiliki kelebihan tanpa mengistimewakannya
di antara murid yang lainnya, (9) selalu memperhatikan adsensi presentasi
murid, mengetahui nama-namanya, dan lain-lain, (10) hendaknya guru memililki
perangai yang baik. Seperti selalu menebarkan salam. Bertutur kata yang lembut
dan santun, (11) membantu siswa mengatasi kesulitan, baik dengan pengaruh
maupun dengan hartanya, (12) jika terdapat siswa yang absen, atau justru
jumlahnya bertambah dari kebiasaan, maka hendaknya diklasifikasikan keberadaan
dan keadaanya, (13) mempunyai sikap tawadhu’ tehadap muridnya, dan (14)
berbicara kepada muruidnya yang memiliki kelebihan, memanggil mereka dengan
sebutan yang baik, menunjukkan sikap yang ramah ketika bertemu dengan muridnya,
menghormati ketika seorang murid duduk bersamanya, dan menjawab pertanyaan
dengan senang hati dan memuaskan
Kedua belas macam etika tersebut kalau ditelaah
lebih dalam, sesungguhnya dapat diserhanakan menjadi tiga hal. Pertama, seorang
murid harus mencari dan memiih guru yang betul-betul memilih
kualifikasi sebagai seorang guru. Kedua, hendaknya mempunyai
keyakinan bahwa seorang guru memiliki derajat kesempurnaan dan tidak pernah
luntur sekalipun meski diketahui guru tersebut memiliki perangai (akhlak) yang
kurang baik. Ketiga, hendaknya seorang murid selalu menghormati
guru dalam situasi yang bagiamanapun. Suatu penghormatan semata-mata dilakukan
karena ilmu yang dimilki guru tersebut.
Dua rumusan di ats dikutip secara agak lengkap
dengan maksud untuk mendapatkan gambaran yang jelas bagaimana relasi pendidik
dan peserta didik terjalin dengan baik. Dan dari rumusan di ats juga
tergambarkan bahawa hubungan pendidik dan peserta didik dibangun atas dasar
penghormatan yang besar dari murid dan cinta kasih yang tulus dari seorang
guru. Sehingga hubungan diantara kedunya bagaikan hubungan seorang bapak
kandung dan anaknya. Di samping menaruh perhatian besar pada hubungan guru dan
murid, pembelajaran harus dilaksanakan secara professional, K.H. Hasyim Asy’ari
tampak juga menekankan pada pentingnya pembimbingan terhadap anak didik.
Sehingga guru adalah sosok pengajar yang profesioanal dan
pembimbing bagi siswa dalam menghadapi persoalan-persoalan.
C. PERBANDINGAN PEMIKIRAN K.H.
HASYIM ASY’ARI DENGAN BEBERAPA PEMIKIR KEPENDIDIKAN LAINNYA
Dalam dunia pendidikan banyak sekali terjadi
persamaan pendapat dan perbedaan pendapat khususnya dalam hal konsep
pendidikan. Dalam pemikiran pendidikan K.H. Hasyim Asy’ari lebih focus kepada
persoalan-persoalan etika dalam mencari dan menyebarkan ilmu. Beliau
berpendapat bahwa bagi seorang yang akan mencari ilmu pengetahuan atau menyebarkan
ilmu pengetahuan, yang pertama harus ada pada diri mereka adalah semata-mata
untuk mencari ridho Allah swt. ( Kholid Mawardi ; 2008 ; 2)
Menurut KH. Ahmad Dahlan, upaya strategis untuk
menyelamatkan umat islam dari pola berpikir yang statis menuju pada pemikiran
yang dinamis adalah melalui pendidikan. Pendidikan hendaknya ditempatkan pada
skala prioritas utama dalam proses pembangunan umat.( Samsul Nizar; 2002; 100)
Menurut KH. Ahmad Dahlan, pendidikan islam
hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti
luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta
bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.
Sedangkan Pemikiran pendidikan Ibnu Miskawaih
tidak dapat dilepaskan dari konsepnya tentang manusia dan akhlaq. Untuk kedua
masalah ini dapat dikemukakan sebagai berikut. Konsep Manusia yaitu Sebagaimana
para filosof lainnya ibn miskawaih memandang manusia sebagai mahluk yang
memiliki macam-macam daya. Menurutnya dalam diri manusia ada tiga daya yaitu:
(1) Daya bernafsu sebagai daya terendah, (2) Daya berani sebagai daya
pertengahan (3) Daya berfikir sebagai daya tertinggi. Ketiga daya ini merupakan
unsur rohani manusia yang asal kejadiannya berbeda.( Nata. Abudin; 2003; 6-7)
dan konsep Akhlaq menurut konsep Ibnu Miskawaih, ialah suatu sikap mental atau
keadaan jiwa yang mendorongnya untuk berbuat tanpa pikir dan pertimbangan.
Sementara tingkah laku manusia terbagi menjadi dua unsur, yakni unsur watak
naluriah dan unsur lewat kebiasaan dan latihan.
Dalam Hal ini juga , Konsep
pendidikan Muhammad Abduh ialah konsep pendidikan yang lebih di latar belakangi
faktor situasi sosial ke agamaan dan situasi pendidikan islam yang sedang
mengalami kemunduran baik di bidang ilmu pengetahuan dan bidang ke agamaan.(
http://www. konsep-pendidikan-dalam-perspektif.html)
Muhammad Athiyah Al-Abrasyi membagi lima (5)
azas yang menjadi sasaran tujuan pendidikan Islam, antara lain: pertama ,Untuk
membantu pembentukan akhlak yang mulia.Kedua, Persiapan untuk kehidupan
dunia dan akhirat. Ketiga, Persiapan untuk mencari rezeki dan
pemeliharaan segi-segi kemanfaatan atau tujuan vokasional dan professional. Keempat,
Menumbuhkan roh ilmiah (scientific sprint) pada pelajar dan memuaskan
keinginan arti untuk mengetahui (curiosity) dan memungkinkan
peserta didik mengkaji ilmu sekedar sebagai ilmu.Kelima, Menyiapkan
pelajar dari segi professional, tekhnikal, dan pertukangan supaya dapat
menguasai profesi tertentu.
Sedangkan
Dari hasil studi terhadap pemikiran Al-Ghazali, diketahui dengan jelas bahwa
tujuan akhir yang ingin dicapai melalui kegiatan pendidikan yaitu:
a. Tercapainya
kesempurnaan insani yang bermuara pada pendekatan diri kepada Allah SWT
b.
Kesempurnaan insan yang bermuara pada kebahagiaan dunia akhirat
Pendapat Al-Ghazali tersebut disamping bercorak
religius yang merupakan ciri spesifik pendidikan Islam, cenderung untuk
membangun aspek sufistik. Manusia akan sampai kepada tingkat kesempurnaan itu
hanya dengan menguasai sifat keutamaan melalui jalur ilmu. Dengan demikian,
modal kebahagiaan dunia dan akhirat itu tidak lain adalah ilmu.
Secara implisit, Al-Ghazali menekankan bahwa
tujuan pendidikan adalah membentuk insan yang paripurna, yakni insan yang tahu
kewajibannya, baik sebagai hamba Allah, maupun sebagai sesama manusia.
Dalam sudut pandang ilmu pendidikan Islam,
aspek pendidikan akal ini harus mendapat perhatian serius. Hal ini dimaksudkan
untuk melatih dan pendidikan akal manusia agar berfikir dengan baik sesuai
dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Adapun mengenai pendidiakn hati seperti
dikemukakan Al-Ghazali merupakan suatu keharusan hagi setiap insan.
Dengan
demikian, keberadaan pendidikan bagi manusia yang meliputi berbagai aspeknya
mutlak diperlukan bagi kesempurnaan hidup manusia dalam upaya membentuk mausia
paripurna, berbahagia di dunia dan akhirat kelak. Hal ini berarti bahwa tujuan
yang telah ditetapkan oleh Imam Al-Ghazali memiliki koherensi yang dominan
denga upaya pendidikan yang melibatkan pembentukan seluruh aspek pribadi
manusia secara utuh.
Menurut Ibnu Miskawaih, pendidikan yang
sistematis dapat dilaksanakan apabila didasari dengan pengetahuan mengenai jiwa
yang benar. Oleh karena itu pengetahuan tentang jiwa adalah sangat penting
sekali dalam proses pendidikan. Kajian mengenai konsep pendidikan yang
dikemukakan oleh Ibnu Miskawaih, diharapkan mampu menguak konsep pendidikan
Islam dalam skala khusus, terutama pendidikan akhlak yang dirasa penting,
karena setiap budaya memiliki norma etika atau tata susila yang harus dipatuhi.
Oleh karena itu, moral merupakan suatu fenomena manusiawi yang universal, yang
hanya terdapat pada diri manusia.(Yusran ; 1996)
Dari karya Ibnu Miskawaih, tidak di temukan
buku yang bertemakan “pendidikan” secara langsung. Hanya beberapa buku yang
pembahasannya berkaitan dengan pendidikan dan kejiwaan, akal serta etika. Salah
satu buku yang dinilai banyak mengandung konsep pendidikan ialah kitab Tahzib
al-Akhlak wa Tathhir al-A’raq, yang banyak dijadikan rujukan ulama’ dalam
pendidikan.
Dari konsep pemikiran pendidikan yang
disampaikan oleh Ibnu Miskawaih, jika ditelaah dengan pendekatan epistemology
secara hirarkhi, maka konsep tersebut selalu mengacu kepada tiga hirarkhi yaitu
yang mengacu kepada kondisi psikologis dan kesiapan peserta didik, yang
dipetakan menjadi tiga tingkatan yaitu bayany untuk pemula, burhany untuk orang
dewasa dan ‘Irfany bagi mereka yang telah matang baik jiwa maupun intelektual.
Sementara dari segi materi dan sasarannya juga dikelompokkan menjadi tiga
kelompok yaitu empirik bagi pemula, logik bagi dewasa dan etika bagi mereka
yang sudah matang.
Penerapan sistem koedukasi dalam pendidikan Islam bagi Al-Qabisy bahwa tidak
baik anak pria dan wanita bercampur dalam suatu kelas, karena dikhawatirkan
rusak moralnya, maka pemisahan tempat pendidikan wajib dilakukan demi terjaga
keselamatan anak-anak dari penyimpangan-penyimpangan akhlak. Sedangkan Rasyid
Ridha menolak adanya manfaat dari koedukasi, dan menganggap bahwa koedukasi
bukan sekedar memiliki kekurangan, namun dapat mendatangkan malapetaka,
utamanya kaum wanita. (Yusran ; 1996)
D. KARYA
K.H. HASYIM ASY’ARI
Tidak diragukan kagi bahwa K.H
Hasyim Asy’ari merupakan seorang alim ulama yang sangat termashur di Indonesia
khususnya di pulau jawa. Beliau merupakan salah seorang tokoh panutan
ulama-ulama nusantara khususnya bagi kader-kader organisasi nahdatul
ulama.(Musarmadan;2006; 21)
Berdasarkan
dari skipsi ilmiah musarmadan bahwa ada sekitar sepuluh karangan beliau semasa
masih hidup adalah :
1. Adab
’Alim wa Muta’allim, yaitu kitab yang membahsa tentang tata cara belajar dari
tinjauan akhlak
2. Ziyadah
at-Ta’uqat, yaitu kitab yang menjawab terhadap syair syekh Abdullah bin yasin ,
pasuruan yang menghina NU
3. At-tanbihat
al-Wajibat Liman Yansa al-Maulid bil Munkarat, yaitu kitab tentang
peringatan-peringatan bagi orang yang berbuat kemungkaran pada acara maulud
4. Risalah
al-Jama’ah, yaitu kitab tentang keadaan orang mati, tanda-tanda
kiamat dan penjelasan tentang suanh dan bid’ah
5. An-nur
al-Mubin fil Mahabbah Sayyid al-Mursalin, yaitu kiatab
tentang mencintai rasullah saw serta mengikuti suanah beliau.
6. Hasyi’ah
ala Fathi Rohman bi Syarh Risalah al Wali li Syekh Zakariya
al-Ansori, yaitu kitab syarah dari karang Syekh Zakariya al-Ansori
7. Ad-duror
al-Munqotirah fi Masail Tis’a Asyaro, yaitu kitab tentang uraian tariqat,
wilayah dan hal-hal yang berhubungan masalah pokok pengikut tereqat
8. At-tobyan
fi Nahy al-Muqatiati al Arkam wa az-Zarib wal Ikhwan, yaitu kitabtentang
pentingnya menyambung persaudaran dan bahaya memutuskan persaudaraan
9. Ar-risalah
at-Tauhidiyah, yaitu kitab tentang tauhid
10. Al-qalail
fi Bayani Ma Wajibu min al Aqoid, yaitu kitab tentang kewajiban-kewajiban yang
harus dikerjakan dalam akidah
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan makalah di atas dapat disimpulkan bahwa konsep pendidikan menurut
K.H. Hasyim Asy’ari dalam Kitab Adab ’Alim Wa Muta’allim berdasarkan kutipan
Sarwo Imam Taufiq dari Kitab induknya yaitu meliputi :
a. Tujuan
pendidikan yaitu untuk mewujudkan masyarakat beretika, titik tekan pada
moralitas itu tampak mendominasi di berbagai tempat dalam karyanya.
b. Konsep
dasar belajar yaitu mengembangkan seluruh potensi jasmani dan rohani untuk
pelajar, menghayati, menguasai dan mengamalkan secara benar ilmu-ilmu yang
dtuntut untuk keperluan dunia dan agama.
c. Konsep
dasar mengajar yaitu ada beberapa hal etika yang harus dilakukan guru
dianataranya : mendekatkan diri kepada Allah, bersikap tenang, wara/ tawadhu,
khusu; mengadukan segala persoalan kepada allah, bersikap zuhud, dan rajin
memperdalam kajian keilmuan.
DAFTAR PUSTAKA
Burhanudin , Tamyiz , Akhlak Pesantren: Pandangan K.H. Hasyim Asy’ari, (Yogyakarta:
Ittaqo Press, 2001)
Dr. H.
Samsul Nizar, MA, Filsafat Pendidikan Islam : Pendidikan
historis, teoritis, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002)
Nata,
Abudin. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT.Raja
Grafindo Persada, 2003)
Lathiful, Khuluq, Fajar Kebangunan Ulama. Biografi K.H. Hasyim Asy’ari,(Yogyakarta:LKis, 2000)
Asmuni,
Yusran, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan pembaharuan dalam Dunia Islam.
Jakarta: Raja Grapindo Persada, 1996
Mawardi , Kholid , Jurnal Pemikiran
Alternatif Pendidikan : Moralitas Pemikiran Pendidikan K.
H. Hasyim asy’ari. (Yogyakarta : Insania , 2008)
Musrmadan, Skipsi: Akhlak
Guru Dan Murid Menurut Kiai Hasyim Asy’ari, (Tidak Ada Penerbit , 2006)
Solikah, Tesis:
Pendidikan Karakter Menurut K.H. Hasyim asy”ari Dalam
Kitab Adab A’lim Wa Mutaalim, (Malang : Tidak ada penerbit , 2012)
Sarwo
Imam Taufiq, Skipsi : Konsep Pendidikan K.H. Hasyim
asy’ari Dalam Kitab Adab A’lim Wa Mutaallim Dalam Perspektif Progresivisme,
(Semarang: Tidak ada Penerbit , 2008)