PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seiring
dengan berputarnya waktu, kemajuan moderanisasi, serta berkembangnya ilmu
pengetahuan kita sebagai generasi islam harus mengenal tokoh-tokoh yang sngat
dan dapat memberi pengaruh terhadap kemajuan pendidikan utamanya dalam
pendidkan islam. Dengan itu, kita jangan sampai menghina, meremehkan, atau
bahkan melupakan jasa-jasa para pejuang pendidikan
Salah
satu tokoh islam itu adalah Ibnu Khaldun. Ibnu Khaldun adalah tokoh muslim yang
pemikirannya sangat luas dan mendalam sekali serta menaruh perhatian yang besar
terhadap pendidikan. Ia telah mencanangkan dasar-dasar dan sestem pendidikan
yang patut diteladani, baik dari segi metode, materi maupun kurikulum yang
ditawarkan secara keseluruhan pantas untuk dikaji dan dicermati. Konsep
pendidikan yang dikemukakannya tampak sangat dipengaruhi oleh pandangannya
terhadap manusia sebagai mahluk yang harus dididik, dalam rangka menjalankan
fungsi sosialnya di tengah-tengah masyarakat .Pendidikan adalah alat untuk
membantu seseorang agar tetap hidup bermasyarakat dengan baik
B. Rumusan
Masalah
Dalam
penulisan makalah ini penulis mempunyai beberapa rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Siapakah
tokoh muslim Ibnu Khaldun itu?
2. Apakah
pengertian dan tujuan pendidikan menurut Ibnu Khaldun itu?
3. Bagaimanakah
pemikiran pendidikan dalam perspektif Ibnu Khaldun?
C. Tujuan
Penulisan
Adapun
beberapa tujuan penulisan dari makalah ini sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui seluk-beluk tentang tokoh
muslim Ibnu Khaldun
2. Untuk
mengetahui dan memahami pengertian dan tujuan pendidikan menurut Ibnu Khaldun
3. Untuk
mengetahui pemikiran pendidikan dalam perspektif Ibnu Khaldun
BAB II
PEMBAHASASAN
A.
Seketsa
Biografis Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun mempunyai nama lengkap Abd al-Rahman Abu Zaid
Waliuddin Ibnu Khaldun. Namanya sendiri adalah Abd al-Rahman, sedang nama
keluarganya adalah Abu Zaid dan gelarnya Waliuddin.[1]
Beliau lahir di Tunisia pada 1 Ramadhan 733 H / 27 Mei 1332 M.[2]
Nenek moyang berasal dari Hadramaut dan masih memiliki garis keturunan dengan
Wali bin Hajar (salah seorang sahabat Nabi SAW), yang mana mereka kemudian
bermekgrasi ke Seville (spanyol) pada abad ke-8 setelah seminanjung dikuasai
arab muslim. Keluaraga yang dikenal dengan pro Umayah ini selama berabad-abad menduduki
posisi tinggi dalam politik di Spanyol sampai akhirnya hijrah ke Maroko
beberapa tahun sebelum Seville jatuh ke tangan penguasa Kristen pada tahun
1248. Setelah itu mereka menetap di Tunisia,
di kota itulah mereka dihormati pihak istana, diberi tanah oleh dinasti
Hafsiah.[3]
Hal itulah disebabkan keluarga Ibnu Khaldun dikenal memiliki pengetahuan luas
dan berkedudukan terhormat di masyarakat dan pemerintahan.
Keluarga Ibnu Khaldun memang
dikenal dengan keluarga yang berintelektual, jadi tidak heran dalam dirinya
mewarisi hal tersebut. Dia biasa berjumpa dengan tokoh intelektual dari Afrika
Utara dan Spanyol yang sbagian besar adalah pengungsi dari kekhalifahan Timur.[4] Selain itu dirinya juga berkecimpung dalam
dunia politik, terbukti karir tokoh ini bermula semenjak ia ditunjuk oleh Ibnu
Tafirakin, seorang perdana menteri dari Raja Abi Ishaq al-Hafshi yang berkuasa
di Tunisia pada pertengahan abad VIII H sebagai sekretaris yang menyalin
berbagai dukumen penting. Usianya pada saat itu masih 17 tahun, dan akhir masa
pergumulan politiknya adalah sewaktu ia bertemu dengan Timur Lank di
kawasan Damaskus pada tahun 1400 M (802
H). selama rentang waktu yang panjang itu ia telah berganti-ganti mengabdikan
diri pada raja-raja wilayah Andalusia, Maroko (Maghribi), kabilah Barbar dan
Mamalik Mesir, ia banyak mengalami keberhasilan dan kegagalan.[5]
Sebagaimana para pemikir islam lainnya, pendidikan masa kecilnya
berlangsung secara tradisional. Artinya juga belajar membaca Al-Qur’an,
mempelajari tajwid bahkan menghafalkannya. Pendidikan itu ia terima dari
ayahnya, ia juga fasih qiraatis sab’ah. Dia juga mempelajari Tafsir, Hadits,
Fiqh (Maliki), Gramatika Bahasa Arab, Ilmu Mantiq, Filsafat, Retorika dan puisi
dengan sejumlah ulama’ Andalusia yang hijrah ke Tunisia. Dari berbagai
pendidikan yang sangat intensif serta didukung oleh keluarga dan kecerdasan
yang baik, jadi tidak heran jika dalam usia muda ia mampu menguasai berbagai
bidang keilmuan.
Di sela-sela kesibukannya sebagai politikus (Hakim Agung), Ibnu
Khaldun dalam minatnya mengembangkan ilmu pengetahuan tidak pernah padam. Ia
memanfaatkan fasilitas yang ada di Mesir untuk mengembangkan ilmu
pengetahuannya, dia juga menjadi dosen Ilmu Fiqh, Madzhab Maliki di Madrasah
Qamliyah. Bahkan dalam pahit getir kehidupannya, Ibnu Khaldun mampu menulis
beberapa buah karya tulis yang memuat ide-idenya yang brilyan. Di antaranya
Muqaddimah Ibnu Khaldun adalah al-Ta’rif, kitab al-A’bar dan karya-karya lain
seperti komentar Ibnu Khaldun terhadap kitab Burdah, Ikhtisar beberapa karya
Ibnu Rusyd, beberapa uraian tentang logika, ssebuah karya di bidang Aritmatika,
dan Ikhtisar Kitab al-Muhashshal karya Fakhruddin al-Razi.[6] Yang mana Muqaddimah tersebut merupakan karya Ibnu Khaldun yang paling
terkenal, yang dalam bahasa yunai diterjemahkan menjadi prolegomenon, jilid pertama dari kitab al-Ibar atau kitab tentang
sejarah universal. Ahli sejarah Inggris, Arnold J. Toynbee menyebut Muqaddimah
sebagai filsafat sejarah yang tidak diragukan lag.[7]Ibnu
Khaldun wafat pada tanggal 26 Ramadhan 1808 H / 16 Maret 1406 M di Kairo dalam
usia 74 tahun , bersama jabatan yang dipengangnya yakni sebagai Ketua Mahkamah
Agung.
B.
Pengertian
dan Tujuan Pendidikan Menurut Ibnu Khaldun
Di dalam kitab muqaddimahnya, Ibnu Khaldun tidak memberikan
difinisi pendidikan secara jelas, ia hanya memberikan gambaran-gambaran secara
umum, seperti dikatakan Ibnu Khaldun bahwa: “barang siapa yang tidak terdidik
oleh orang tuanya, maka akan terdidik oleh zaman”. Maksudnya barang siapa yang
tidak memperoleh tatakrama yang dibutuhkan sehubungan dengan pergaulan bersama
melalui orang tua mereka yang mencakup guru-guru dan para sesepuh, dan tidak
mempelajari hal itu dari mereka, maka ia akan mempelajarinya dengan bantuan
alam, dari peristiwa-peristiwa alam ssepanjang zaman, Zaman akan mengajarkannya.[8]
Dari pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan
menurut Ibnu Khaldun mempunyai pengertian yang cukup luas, pendidikan tidak
hanya proses kegiatan belajar mengajar, tetapi pendidikan adalah suatu proses ,
dimana manusia secara sadar menangkap, menyerap dan menghayati
pristiwa-pristiwa alam sepanjang zaman.
Sedangkan Ahmad Syafi’i Maarif dalam bukunya memberikan penjelasan
bahwa pedidikan Ibnu Khaldun adalah pendidikan nilai-nilai tinggi atau budi
pekerti yang luhur, dan bersifat intelektual dan religius. Menurut Hamdani
Ikhsan, Ibnu Khaldun memiliki pemikiran dan pandangan yang luas mengenai
aspek-aspek pendidikan, dalam arti bukan hanya memperlibatkan aspek intelektual semata, tetapi juga ahklaq, keimanan, social , jasmaniah dan sebagainya.[9]
Adapun tujuan pendidikan menurut Ibnu Khaldun yaitu:
a.
Menyiapkan
seseorang dari segi keagamaan
b.
Menyiapkan
seseorang dari segi akhlaq
c.
Menyiapkan
seseorang dari segi kemasyarakatan atau social
d.
Menyiapkan
seseorang dari segi vokasional atau pekerjaan yakni membantu manusia dalam kehidupannya mencari rezki
e.
Menyiapkan
seseorang dari segi pemikiran
f.
Menyiapkan
seseorang dari segi keseniaan
Rumusan Ibnu Khaldun
mengenai tujuan pendidikan adalah sebagai berikut:
a.
Memberikan
kesempatan kepada pemikir untuk aktif dan bekerja, karena aktivitas ini sangat
penting bagi terbuka pikiran- pikiran kematangan individu kemudian kematangan
ini akan mendapat faedah bagi masyarakat.
b.
Memperoleh
berbagai ilmu pengetahuan sebagai alat untuk membantunya hidup dengan baik di
dalam masyarakat. Maju dan berbudaya
c.
Memperoleh
lapangan pekerjaan, yang digunakan untuk memperoleh riski
Beberapa factor yang dijadikan alasan untuk merumuskan tujuan pendidikan yaitu sebagai berikut:
a. Pengaruh Filsafat sosiologi yang tidak bisa memisahkan antar masyarakat,
ilmu pengetahuan dan kebutuhan masyarakat.
b. Perencanaan ilmu pengetahuan sangat menentukan bagi perkembangan
masyarakat berbudaya.
c. Pendidikan sebagai aktivitas akal insani, merupakan salah satu
industri yang berkembang di dalam masyarakat, karena sangat urgent dalam
kehidupan setiap individu.
C.
Pemikiran
Konsep pendidikan Ibnu Khaldun
1.
Pandangan
Tentang Manusia Didik
Khaldun melihat manusia tidak terlalu menekankan pada
kepribadiannya, menurutnya,” Manusia bukan merupakan produk nenek moyangnya,
akan tetapi produk sejarah, lingkungan sosisl, lingkungan alam, adat istiadat,
karena itu lingkungan social merupakan tanggung jawab dan sekaligus memberikan
corak prilaku seorang manusia.[10]
Ibnu Kaldun memandang manusia sebagai mahluk yang berbeda dengan
mahluk lainnya. Manusia, kata Ibnu khaldun adalah manusia berfikir, oleh karena
itu ia mampu melahirkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi[11],
dari itulah manusia tidak hanya membuat kehidupannya, tetapi juga menaruh
perhatian terhadap berbagai cara guna memperoleh makna hidup yang dari proses
inilah menghasilkan peradaban.
Pandangan Ibnu Khaldun tentang manusia didik yaiatu mencakaup:
a.
Pendidik
(guru)
Pendidik adalah orang yang berusaha membimbing, meningkatkan,
menyempurnakan agar mempunyai ilmu, keterampilan dan menyucikan hati sehingga
mencapai kebahagiaan dunia akhirat.[12]
Ada beberapa hal yang dianjurkan Ibnu Khaldun terhadap pendidik yaitu:
1. Guru harus profesional (memiliki bakat)
2. Guru harus tau perkembangan psikologis peserta didik dan kemampuan
dan daya serap peserta didik.
Adapun prinsip utama yang harus dimiliki oleh pendidik menurut Ibnu Khaldun yaitu:
a.
Prinsip
pembiasaan
b.
Tadrij
(berangsur-rangsur)
c.
Pengenalan
umum (Generalistik)
d.
Kontinuitas
e.
Memperhatikan
bakat dan kemampuan peserta didik
f.
Menghindari
kekerasan dalam mengajar
b.
Peserta
didik (Murid)
Peserta didik adalah anak yang sedang tumbuh dan berkembang baik
secara fisik dan psikologis untuk mencapai tujuan pendidikan.[13]
Hal yang dianjurkan Ibnu Khaldun terhadap peserta didik yaitu:
1.
Peserta
didik harus sering berdiskusi dan berdebat
2.
Peserta
didik jangan mengantungkan diri pada teks diktat kesimpulan-kesimpulan dari
suatu ilmu pengetahuan
3.
Peserta
didik harus belajar sendiri atau mandiri
2.
pandangan
Tenteng Ilmu atau Materi Pendidikan
Materi merupakan salah satu komponen operasional pendidikan, maka
dari itu Ibnu Khaldun telah membagi ilmu pengetahuan yang banyak dipelajari
manusia terdiri dari:.
a.
Ilmu
Lisan (bahasa) yaitu ilmu tentang tata bahasa (gramitika), sastra atau bahasa
yang tersusun secara puitis (syair)
b.
Ilmu
Naqli (tradisional science) yaitu ilmu
yang diambil dari kitab suci dan sunnah nabi. Meliputi al qur’an, hadits, ulum
al-hadits, fiqh, usul fiqh, ilmu kalam, tasawuf dan ta’bir ru’ya
c.
.Ilmu
Aqli (rational science) yaitu illmu yang dapat menunjukkan manusia dengan daya
fikir atau kecendrungannya kepada Filsafat dan semua ilmu pengetahuan. Ilmu ini
meliputi Mantiq (logika), fisika, Ilmu Hitung, Kedokteran, Pertanian,
Astronomi, termasuk juga di dalam ilmu ini adalah sihir dan ilmu nujum
(perbintangan). Mengenai ilmu Nujum, Ibnu Khaldun menganggapnya sebagai ilmu
yang fasid karena ilmu ini dapat dipergunakan untuk meramalkan segala kejadian
sebelum terjadi atas dasar perbintangan. Hal ini merupakan sesuatu yang bathil,
berlawanan dengan ilmu Tauhid yang menegaskan bahwa tidak ada yang menciptakan
kecuali Allah sendiri.[14]
3.
Pandangan
Tentang Kurikulum
Pengertian kurikulum di masa Ibnu Khaldun serta kurikulum masa kini
(modern) itu berbeda. Kurikulum di masa Khaldun masih terbatas
maklumat-maklumat dan pengetahuan yang dikemukakan oleh guru atau sekolah dalam
bentuk mata pelajaran yang tarbatas atau dalam bentuk kitab-kitab tradisional
yang tertentu yang dikaji oleh murid dalam tiap tahap pendidikan. Sedangkan
pengertian kurikulum modern mencakup konsep yang lebih luas, yang di dalamnya
mencakup konsep lebih luas, seperti tujuan pendidikan yang ingin dicapai, pengetahuan-pengetahuan,
maklumat-maklumat , data kegiatan–kegiatan dan sebagainya
Sementara pemikiran Khaldun tetang kurikulum dapat dilihat melalui
epistimologinya. Menurutnya, ilmu pengetahuan dalam kebudayaan umat islam dapat
dibagi menjadi 2 yaitu:
a.
Ilmu
pengetahuan syariat yaitu ilmu-ilmu yang bersandar pada warta otoritatif syar’i
(Tuhan / Rasul) dan akal manusia tidak mempunyai peluang untuk mengotak-atiknya
kecuali dalam lingkup cabang-cabangnya. Hal itupun masih harus berada dalam
kerangka dictum dasar warta otoritatif tersebut.
b.
Ilmu
pengetahuan Filosofis yaitu ilmu yang bersifat alami yang diperoleh manusia
dengan kemampuan akal dan pikirannya.
Kedua ilmu pengetahuan di atas merupakan pengetahuan yang ditekuni
manusia (peserta didik) serta saling berintraksi, baik dalam proses memperoleh
atau proses mengajarnya. Konsepsi ini kemudian merupakan pilar dalam merekontruksi
kurikulum pendidikan. Islam yang ideal, yaitu kurikulum pendidikan yang mampu
mengantarkan peserta didik yang memilki kemampuan membentuk dan membangun peradaban
umat manusia.
4.
Pandangan
Mengenai Metode Pendidikan
Metode pendidikan adalah ssegala segi kegiatan yang terarah yang
dikerjakan oleh guru dalam rangka kemeastian-kemestian mata pelajaran yang
diajarkannya.
Menurut ibnu khaldun mengajarkan ilmu pengetahuan kepada pelajar
hanyalah akan bermanfaat apabila dilakukan dengan berangsur-rangsur, setapak
demi setapak dan sedikit demi sedikit.[15] Metode
ini dikenal dengan metode pertahanan dan pengulanagan (tadrij wat tiraati)
selain itu menggunakan metode peragaan karena dengan metode ini proses mengajar
akan lebih efektif dan materi pelajaran akan lebih cepat ditangkap anak didik
serta metode diskusi, dengan metode diskusi inilah, menurut Ibnu Khaldun pelajar bukan menghafal akan
tetapi memahami serta dapat menghidupkan kreativitas pikir anak, dapat
memecahkan masalah dan pandai menghargai orang lain. Intinya , guru harus
menggunakan metode yang baik dan mengetahui faedah yang dipergunakannnya. Ibnu
Khaldun menganjurkan kepada pendidik untuk bersifat sopan dan halus pada
muridnya. Hal ini juga termasuk sikap orang tua sebagai pendidik utama,
selanjutnya jika keadaan memaksa harus memukul si anak, maka pukulan tersebut
tidak boleh lebih dari tiga kali.[16]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
beberapa pemaparan di atas penulis dapat menyimpulkan beberapa kesipulan sebagai berikut:
1. Ibnu
Khaldun adalah salah satu tokoh muslim yang mempunyai nama lengkap ‘Abd
al-Rahman Abu Zaid Ibnu Khaldun, beliua lahir di Tunisia dan wafat Kairo.
2. Pendidikan
merupakan proses belajar mengajar dimana proses tersebut manusia secara sadar,
menangkap, menyerap dan menghayati peritiwa-peristiwa alam sepanjang zaman.
Sedamgkan tujuan pendidikan menurut
Khuldun diantaranya, mennyiapkan seseorang dari segi keagamaan, akhlaq,
kemasyarakatan atau social, vokasional, pemikiran dan keseniaan
3. Pemikiran
konsep pendidikan menurut Khaldun yaitu, tentang manusia didik yang di dalamnya
mencakup guru dam murid, tentang ilmu,yang terdiri dari Ilmu Lisan, Imu Naqli
dan Aqli, tentang kurikulum dan metode pendidikan.
B. Saran
Penulis
mengharapkan sekali pada pembaca untuk sekiranya memiliki pendidikan karena
pendidikan tersebut sangatlah di butuhkan dari masa sekarang hingga masa yang
akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Siswanto.
Pendidikan dalam Perspektif Filosofis,
Pamekasan: STAIN Press, 2009
Sucipto,
Hery. Ensiklopedi Tokoh Islam,
Jakarta: PT Mizan Publika, 2003
Maarif,
Ahmad Syafii. Ibn Khaldun dalam Pandangan
Penulis Barat dan Timur, Jakarta Gema Insani Press, 1996
Ridlo,
Muhammad Jawwad. Tiga Aliran Utama Teori
Pendidikan Islam, Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 2002
Yulianto,
Diyan dan M.S. Rohman. Sumbangan-sumbagan
Karya Sains Superdahsyat Islam Abad Pertengahan, Jogjakarta: DIVA Press,
2010
Rujukan
Lain
http://
Arieslailiyah.blogspot.com
[1] Siswanto,
Pendidikan Dalam Persepektif Filosofis,
(STAIN Pamekasan: STAIN Press, 2009), hlm. 75
[2] Hery
Sucipto, Ensiklopedi Tokoh Islam,
(Jakarta: PT Mizan Publika, 2003), hlm. 169
[3] Ahmad
syafii Maarif, Ibnu Khaldun dalam Pandangan Penulisan Barat Timur,
(Jakarta : Gema Insani Press, 1996), hlm. 11
[4] Hery
Sucipto, Ensiklopedi Tokoh Islam,
(Jakarta: PT Mizan Publika, 2003), hlm. 169
[5] Muhammad
Jawwad Ridlo, Tiga Aliran Utama Teori pendidikan Islam, (Yogyakarta : PT Tiara Wacana Yogya ,2002), hlm. 173- 174
[6] Siswanto,
Pendidikan Dalam Persepektif Filosofis,
(STAIN Pamekasan: STAIN Press,2009), hlm. 76
[7] Diyan
Yulianto dan M.S. Rahman, Sumbangan- Sumbangan Karya Sains superdahsyat
Islam Abad Pertengahan, (Jogjakarta : DIVA Press, 2010), hlm. 256
[8]
http:// Arieslailiyah. Blogspot. com
[9]
ibid
[10] http://
Hadirukiyah. Blogspot.com
[11]Abuddin
Nata, filsafat Pendidikan Islam,
(Jakarta: Gaya Midiam Pertama, 2005), hlm. 224
[12] http://
Arieslailiyah. Blogspot. com
[13] Ibid
[14]
Abuddin Nata, filsafat Pendidikan Islam,
(Jakarta: Gaya Midiam Pertama, 2005), hlm, 226
[15]
Ibid
[16]
Ibid, hlm. 227