BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Pendidikan adalah merupakan salah satu dasar atau bekal manusia dalam
menjalani hidup yang lebih layak di masa mendatang. karena pendidikan dapat
menentukan arah dan impian bahkan segala bentuk keinginan hidup.
Hal ini menuntut kita sebagai kholifah di muka bumi ini untuk memberikan
yang terbaik dalam melaksanakan tanggung jawab sehari-hari. Oleh karena itu,
pembahasan ini akan menggunakan pendekatan ketuhanan dengan cara merujuk pad a
teks-teks agama melalui ilmu tafsir.
Saat ini kita ditantang untuk belajar dan belajar sebab semakin kita
tahu justru semakin banyak yang kita tidak tahu. perkembangan bukan hitungan
hari tetapi sudah bertolak ukur dengan hitungan detik. dari waktu detik ke
detik berikutnya sudah menghasilkan berbagai daya kreasi penemuan-penemuan di
berbagai bidang. mengingat hal itu, maka mari kita memanfaatkan kesempatan yang
tersedia, bukan kesempatan yang memanfaatkan kita. sebab saat ini telah
dinyatakan dalam prakteknya bahwa manusia adalah subyeknya dan kualitasnya
adalah kunci, bukan soal kuantitas lagi.
Seiring dengan lajunya perkembangan zaman manusia harus mencapai
dualisme pengetahuan dalam arti bagaimana manusia mampu mendalami IMTAK dan
IPTEK secara bersamaan. Dari hal tersebut, makalah ilmu tafsir sederhana ini
dapat menambah wawasan dan memberikan
makna hidup nantinya.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
PENTINGNYA PENDIDIKAN
Firman Allah
dalam surat
At-Taubah Ayat 122 sebagai berikut:
* $tBur
c%x.
tbqãZÏB÷sßJø9$#
(#rãÏÿYuÏ9
Zp©ù!$2
4 wöqn=sù
txÿtR
`ÏB
Èe@ä.
7ps%öÏù
öNåk÷]ÏiB
×pxÿͬ!$sÛ
(#qßg¤)xÿtGuÏj9
Îû
Ç`Ïe$!$#
(#râÉYãÏ9ur
óOßgtBöqs%
#sÎ)
(#þqãèy_u
öNÍkös9Î)
óOßg¯=yès9
crâxøts
ÇÊËËÈ
Artinya
: Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa
tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya.
Laula (لول): Kata-kata
yang berarti dan dorongan melakukan sesuatu yang disebutkan sesudah kata-kata
tersebut, apabila hal itu terjadi di masa yang akan datang. Tapi laula (لول) juga berarti kecaman atas meninggalkan
perbuatan yang disebutkan sesudah kata itu, apabila merupakan hal yang telah
lewat. Apabila hal yang dimaksud merupakan perkara yang mungkin dialami, maka
bisa juga laula (لول) itu berarti perintah
mengerjakannya.[1]
Dalam ayat ini, Allah swt. menerangkan bahwa tidak
perlu semua orang mukmin berangkat ke medan
perang, bila peperangan itu dapat dilakukan oleh sebagian kaum muslimin saja.
Tetapi harus ada pembagian tugas dalam masyarakat, sebagian berangkat ke medan perang, dan sebagian
lagi bertekun menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu agama Islam supaya
ajaran-ajaran agama itu dapat diajarkan secara merata, dan dakwah dapat
dilakukan dengan cara yang lebih efektif dan bermanfaat serta kecerdasan umat
Islam dapat ditingkatkan.
Orang-orang yang berjuang di bidang pengetahuan, oleh agama Islam disamakan nilainya dengan orang-orang yang berjuang dimedan perang. Dalam hal
ini Rasulullah saw. telah bersabda:
Orang-orang yang berjuang di bidang pengetahuan, oleh agama Islam disamakan nilainya dengan orang-orang yang berjuang di
يوزن يوم القيامة مداد العلماء بدم
الشهداء
Artinya:
Di hari kiamat kelak tinta yang digunakan untuk menulis oleh para ulama akan ditimbang dengan darah para syuhada (yang gugur dimedan perang).
Di hari kiamat kelak tinta yang digunakan untuk menulis oleh para ulama akan ditimbang dengan darah para syuhada (yang gugur di
Tugas ulama umat Islam adalah untuk mempelajari
agamanya, serta mengamalkannya dengan baik, kemudian menyampaikan pengetahuan
agama itu kepada yang belum mengetahuinya. Tugas-tugas tersebut adalah
merupakan tugas umat dan tugas setiap pribadi muslim sesuai dengan kemampuan
dan pengetahuan masing-masing, karena Rasulullah saw. telah bersabda;
بلغوا عني ولو آية
Artinya:
Sampaikanlah olehmu (apa-apa yang telah kamu peroleh) daripadaku walaupun hanya satu ayat Alquran saja.
Sampaikanlah olehmu (apa-apa yang telah kamu peroleh) daripadaku walaupun hanya satu ayat Alquran saja.
Akan tetapi tentu saja tidak setiap orang Islam
mendapat kesempatan untuk bertekun menuntut dan mendalami ilmu pengetahuan
serta mendalami ilmu agama, karena sebagiannya sibuk dengan tugas di medan perang, di ladang,
di pabrik, di toko dan sebagainya. Oleh sebab itu harus ada sebagian dari umat
Islam yang menggunakan waktu dan tenaganya untuk menuntut ilmu dan mendalami
ilmu-ilmu agama agar kemudian setelah mereka selesai dan kembali ke masyarakat,
mereka dapat menyebarkan ilmu tersebut, serta menjalankan dakwah Islam dengan
cara atau metode yang baik sehingga mencapai hasil yang lebih baik pula.
Apabila umat Islam telah memahami ajaran-ajaran
agamanya, dan telah mengerti hukum halal dan haram, serta perintah dan larangan
agama, tentulah mereka akan lebih dapat menjaga diri dari kesesatan dan
kemaksiatan, dapat melaksanakan perintah agama dengan baik dan dapat menjauhi
larangan-Nya. Dengan demikian umat Islam menjadi umat yang baik, sejahtera
dunia dan akhirat.
Di samping itu perlu diingat, bahwa apabila umat
Islam menghadapi peperangan besar yang memerlukan tenaga manusia yang banyak,
maka dalam hal ini seluruh umat Islam harus dikerahkan untuk menghadapi musuh.
Tetapi bila peperangan itu sudah selesai, maka masing-masing harus kembali
kepada tugas semula, kecuali sejumlah orang yang diberi tugas khusus untuk
menjaga keamanan dan ketertiban dalam dinas kemiliteran dan kepolisian.
Oleh karena ayat ini telah menetapkan bahwa fungsi
ilmu tersebut adalah untuk mencerdaskan umat, maka tidaklah dapat dibenarkan
bila ada orang-orang Islam yang menuntut ilmu pengetahuannya hanya untuk
mengejar pangkat dan kedudukan atau keuntungan pribadi saja, apalagi untuk
menggunakan ilmu pengetahuan sebagai kebanggaan dan kesombongan diri terhadap
golongan yang belum menerima pengetahuan.
Orang-orang yang telah memiliki ilmu pengetahuan
haruslah menjadi mercusuar bagi umatnya. Ia harus menyebarluaskan ilmunya, dan
membimbing orang lain agar memiliki ilmu pengetahuan pula. Selain itu, ia
sendiri juga harus mengamalkan ilmunya agar menjadi contoh dan teladan bagi
orang-orang sekitarnya dalam ketaatan menjalankan peraturan dan ajaran-ajaran
agama.
Dengan demikian dapat diambil suatu pengertian,
bahwa dalam bidang ilmu pengetahuan, setiap orang mukmin mempunyai tiga macam
kewajiban, yaitu: menuntut ilmu, mengamalkannya dan mengajarkannya kepada orang
lain.
Menurut pengertian yang tersurat dari ayat ini
kewajiban menuntut ilmu pengetahuan yang ditekankan di sisi Allah adalah dalam
bidang ilmu agama. Akan tetapi agama adalah suatu sistem hidup yang mencakup
seluruh aspek dan mencerdaskan kehidupan mereka, dan tidak bertentangan dengan
norma-norma segi kehidupan manusia. Setiap ilmu pengetahuan yang berguna dan
dapat mencerdaskan kehidupan mereka dan tidak bertentangan dengan norma-norma
agama, wajib dipelajari. Umat Islam diperintahkan Allah untuk memakmurkan bumi
ini dan menciptakan kehidupan yang baik. Sedang ilmu pengetahuan adalah sarana
untuk mencapai tujuan tersebut. Setiap sarana yang diperlukan untuk
melaksanakan kewajiban adalah wajib pula hukumnya. Dalam hal ini, para ulama
Islam telah menetapkan suatu kaidah yang berbunyi:
كل ما لا يتم الواجب إلا
به فهو واجب
Artinya:
Setiap sarana yang diperlukan untuk melaksanakan yang wajib, maka ia wajib pula hukumnya.
Setiap sarana yang diperlukan untuk melaksanakan yang wajib, maka ia wajib pula hukumnya.
Karena pentingnya fungsi ilmu dan para sarjana,
maka beberapa negara Islam membebaskan para ulama (sarjana) dan mahasiswa pada
perguruan agama dari wajib militer agar pengajaran dan pengembangan ilmu
senantiasa dapat berjalan dengan lancar, kecuali bila negara sedang menghadapi
bahaya besar yang harus dihadapi oleh segala lapisan masyarakat.[2]
Adapun hal-hal yang menjelaskan tentang orang-orang yang berilmu dan
beriman kepada kehidupan di akhirat sebagaimana firman Allah sebagai berikut:
tA$s%ur úïÏ%©!$# (#qè?ré&
zNù=Ïèø9$# öNà6n=÷ur Ü>#uqrO «!$#
×öyz ô`yJÏj9 ÆtB#uä @ÏJtãur
$[sÎ=»|¹
wur
!$yg9¤)n=ã wÎ)
crçÉ9»¢Á9$# ÇÑÉÈ
Artinya
: Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: "Kecelakaan yang
besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman
dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu, kecuali oleh orang- orang
yang sabar".
Ayat di atas
mengisahkan orang-orang yang berilmu dan beriman kepada kehidupan di akhirat,
menegur orang-orang yang keduniaan itu; "Kecelakaan yang besarlah bagi
kamu karena kata-kata lamunan yang kamu ucapkan itu. tidakkah kamu ketahui
bahwa pahala Allah kelak di akhirat bagi hamba-hamba-Nya yang beriman dan
beramal sholeh adalah lebih baik dari pada apa yang diperolehnya."[3]
B. PENTINGNYA
PENDIDIKAN AHKLAQ
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sÎ) @Ï% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿt
ª!$#
öNä3s9 ( #sÎ)ur @Ï% (#râà±S$# (#râà±S$$sù
Æìsùöt
ª!$#
tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré&
zOù=Ïèø9$# ;M»y_uy 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ×Î7yz ÇÊÊÈ
Hai
orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah
dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Larangan berbisik-bisik yang
diuraikan oleh ayat-ayat di atas, merupakan salah satu pendikan akhlak, guna
membina hubungan harmonis antara sesama manusia, Ayat di atas memberi tuntunan
bagaimana menjalin hubungan harmonis dalam satu majlis. Allah berfirman : hai
orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepada kamu oleh siapapun: "berlapang-lapanglah
yakni berupaya dengan sungguh-sumgguh walau dengan memaksakan diri untuk
memberi tempat bagi mereka. Jika kamu melaksanakan hak tersebut, niscaya Allah
akan melapangkan segala sesuatu buat kamu.
Ada riwayat yang menyatakan
bahwa ayat di atas turun pada hari jum'at. Ketika itu Rasulullah SAW berada di satu tempat yang sempit, dan telah
menjadi kebiasaan beliau bersama para sehabatnya dalam perang badar. Ketika
majlis tengah berlangsung, beberapa orang di antara para sehabat-sehabat yang
lain dan mengucapkan salam kepada Nabi Muhammad SAW. Nabi pun menjawab,
selanjutnya mengucapkan salam kepada hadirin, yang juga di jawab. Namun mereka
tidak memberi tempat. Para sehabat-sehabat itu terus saja berdiri, maka Nabi
Muhammad SAW memerintahkan kepada sehabat-sehabat yang lainnya yang tidak
terlibat dalam peperangan badra guna mengambil tempat lain agar sehabat yang
berjasa itu duduk di dekat Nabi Muhammad SAW.
Kata (تفسحوا) fassahu
dan (إفسحوا)
ifsahu terambil dari kata (فسح) fasaha yakni lapang.
Sedangkan kata (انشزوا)
insyuzu terambil dari (نشوز)
nusyuzun yakni tempat yang tinggi. Perintah tersebut pada mulanya
berarti beralih ketempat yang tinggi
yang dimaksud di sini pindah ketempat yang lain untuk memberi kesempatan
kepada yang lebih wajar duduk atau berada ditempat yang wajar, atau bangkit
melakukan suatu aktifitas positif.
Kata (مجالس) majalis
adalah entuk jamak dari kata (مجلس) majlis. Yang berarti tempat duduk. Dalam konteks ayat
ini adalah tempat Nabi Muhammad SAW ketika memberi tuntunan kepada para umat
dan para sehabatnya. Maksud ayat ini adalah mengalah kepada orang-orang yang di
hormati atau yang lemah.
Ayat di atas tidak menyebut
secara tegas bahwa Allah akan meninggikan derajat orang berilmu. Tetapi
menegaskan bahwa mereka memiliki derajat-derajat yang lebih tinggi dari yang
sekedar beriman. Tidak disebutkannya kata meninggikan itu, sebagai isyarat
bahwa sebenarnya ilmu yang dimilikinya itulah yang berperanan besar dalam ketinggian derajat yang diperolehnya,
bukan akibat dari faktor di luar ilmu itu sendiri.
Tentu saja yang dimaksud dengan kata (الذين اوتوالعلم) adalah mereka yang beriman dan
menghiasi diri mereka dengan pengatahuan. Berarti ayat di atas membagi kaum
beriman pada dua kolompok besar, yang pertama sekedar beriman dan beramal
saleh, dan yang kedua beriman dan beramal saleh serta memiliki pengatahuan.
Derajat kolompok kedua ini menjadi lebih tinggi, bukan saja karena nilai ilmu
yang disandangnya, tetapi juga amal dan pengajarannya kepada pihak lain baik
secara lisan, atau tulisan maupun dengan keteladanan.[4]
Melihat hal tersetbut sudah jelas
bahwa pendidikan akhlah sangat di utamakan dalam islam karena akhlaq yang baik
akan membawa peradaban yang baik. Sejarah merukakan bukti kongkrit bahwa
manusia memang terbentuk mulai dari tidak tau menjadi tau. Baginya ilmu
merupakan satu-satunya harapan yang baru untuk merubah peradaban yang sesat menuju peradaban yang penduh dengan
kemajuan.
ö@è% `tB >§ ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur È@è% ª!$# 4 ö@è% Mè?õsªB$$sùr& `ÏiB ÿ¾ÏmÏRrß uä!$uÏ9÷rr& w tbqä3Î=ôJt öNÎgÅ¡àÿRL{ $YèøÿtR wur #uÑ 4 ö@è% ö@yd ÈqtGó¡o 4yJôãF{$# çÅÁt7ø9$#ur ÷Pr& ö@yd ÈqtGó¡n@ àM»uHä>à9$# âqZ9$#ur 3 ÷Pr& (#qè=yèy_ ¬! uä!%x.uà° (#qà)n=yz ¾ÏmÉ)ù=yÜx. tmt6»t±tFsù ß,ù=sø:$# öNÍkön=tã 4 È@è% ª!$# ß,Î=»yz Èe@ä. &äóÓx« uqèdur ßÏnºuqø9$# 㻣gs)ø9$# ÇÊÏÈ
Katakanlah:
"Siapakah Tuhan langit dan bumi?" Jawabnya: "Allah".
Katakanlah: "Maka patutkah kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari
selain Allah, padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula)
kemudharatan bagi diri mereka sendiri?". Katakanlah: "Adakah sama orang
buta dan yang dapat melihat, atau samakah gelap gulita dan terang benderang;
apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan
seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan
mereka?" Katakanlah: "Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan
Dia-lah Tuhan yang Maha Esa lagi Maha Perkasa".
Ayat di atas menggunakan bentuk jamak untuk kata (ضللمات) dhulumat
aneka gelap gulita, sedang pada kata (نور) nur
terang benderang menggunakan bentuk tunggal, yang keduanya merupakan bentuk
masdar, ini karena kegelapan serta kesesatan bermacam-macam, berbeda dengan
cahaya yang hanya sumber dari Allah semata. "Siapa yang tidak dianugerahi
Allah, maka dia tidak lagi dapat memperolehnya dari siapapun."
Ataukah mereka yang mempersekutukan Allah itu, terbawa oleh kesesatannya
sehingga menjadikan bagi Allah sekutu-sekutu yang telah mencipta seperti
ciptaannya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka dan
dengan demikian berhala-berhala itu pun wajar disembah sebagaiman Allah
disembah? Katakanlah wahai Muhammad: apapun yang mereka persekutukan dengan
Allah, berhala atau selainnya, kesemuanya tidak dapat mencipta sesuatu. Allah
adalah pencipta segala sesuatu, tidak ada yang ujud kecuali dia penciptanya dan
dialah tuhan yang maha Esa. Dia juga maha perkasa sehingga tidak ada sesuatu
apapun yang tidak dikendalikan-Nya.
÷Pr& (#qè=yèy_ ¬! uä!%x.uà° (#qà)n=yz ¾ÏmÉ)ù=yÜx.
"ataukah mereka menjadikan bagi Allah sekutu-sekutu yang
telah mencipta seperti ciptaan-Nya" tidak ada lagi kemungkinan lain yang
menjadikan mereka mempersekutukan Allah
kecuali jika mereka percaya bahwa ada pencipta selain Allah. Kata (قل) adalah bentuk penegasan bahwa
apa yang disampaikan Rasulullah SAW. Ini bukan bersumber dari diri pribadi
beliau sendiri tetapi dari Allah SWT. Dan juga memberi kesan bahwa orang-orang kafir yang mempersekutukan Allah
itu, tidak wajar mendapat penghormatan dari Allah.
Kata (القهار) terambul dari akar kata (قهر) yang dari arti bahasa adakah
menjinakkkan, menundukkan untuk mencapai tujuan. Allah swt. Menjinakkan mereka
yang menentang-Nya dengan jalan memaparkan bukti-nukti keesaa-Nya serta
mengalahkan makhluk seluruhnya dengan mencabut nyawanya. Demikian Az-zajjaj
pakar bahasa dalam karyanya tafsir asma' Al-Husna. Dalam buku menyingkap
tabir ilahi, beliau menyatakan bahwa Allah sebagai Al-Qohhar adalah dia
yang membungkan orang-orang kafir dengan kejelasan tanda-tanda kebesaran-Nya,
menjinakkkan hati para pencinta-Nya sehingga bergembira menanti di depan pintu
rahmat-Nya, menggabungkan kering dan basah, mengalahkan besi dengan api,
memadamkan api dengan air, menghilangkan gelap dengan terang, menjeritkan
manusia dengan kelaparan, tidak memberdayakannya dengan tidur dan ngantuk, jadi al-Qahhar, yang menegaskan bahwa hanya
kepada Allahlah sujud segala apa yang di langit dan di bumi, dengan suka rela
ataupun terpaksa dan bayang-bayangnya di waktu pagi dan petamg hari.[5]
maka dengan ini jelaslah
sudah bahwa pendidikan merupakan hal yang terpenting bagi kehidupan manusia,
tanpa-nya, manusia akan berada dalam kesesatan yang nyata dan islam sangat
menganjurkan bahkan mewajibkan ummatnya
untuk menuntut ilmu mulai dari saat manusia itu lahir sampai ia sampai keliang
lahat karena hanya pengetahuanlah yang mampu mebedakan mana yang haq dan yang
batil.
BABIII
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai akhir dari makakalah ini maka kami dapat menyimpulkannya
sebagai berikut:
- Pengatahuan adalah salah satu bekal manusia dalam menjalani
kehidupan yang lebih baik di masa mendatang serta sebagai tuntunan manusia
untuk melakukan hal-hal positif dan bermakna pada apa yang dihadapinya.
Hal ini menjadi ajang kompetensi yang sangat berharga untuk mengatahui
seberapa dalam ilmu yang kita miliki.
- Sejarah merukakan bukti
kongkrit bahwa manusia memang terbentuk mulai dari tidak tau menjadi tau.
Baginya ilmu merupakan satu-satunya harapan yang baru untuk merubah
peradaban yang sesat menuju
peradaban yang penduh dengan kemajuan
- Pengatahuanlah
satu-satunya jalan yang mampu menahan
hantaman badai, menjauhkan dari kezdaliman, dan pengatahuan dapat
membentuk konsistensi kometmen diri dalam melakukan tanggung jawab sebagai
kholifah di muka bumi ini.
- maka dengan ini jelaslah sudah bahwa pendidikan merupakan hal yang terpanting bagi kehidupan manusia, tanpaknya manusia akan berada dalam kesesatan yang nyata dan islam sangat menganjurkan bahkan mewajibkan ummatnya untuk menuntut ilmu mulai dari saat manusia itu lahir sampai ia sampai keliang lahat.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghiy,
Ahmad Musthofa, Tafsir Al-Maraghi, Semarang: Toha Putra, 1987
Bahreisy,
H. Salim, dan H. Saud Bahreisy, Tafsir Ibnu Katsir, Surabaya Bina Ilmu. 1990.
Departemen
Agama RI, Tafsir Al-quran. Balai pustaka bandung 2001
[3] H. Salim Bahreisy, H. Said Bahreisy, Terjemahan
Singkat Tafsir Ibnu Katsir, PT. Bina Ilmu Surabaya, 1990, hlm., 183-184.